Rabu, Januari 28, 2009

Gugatan Paten Berujung Pidana

Trust, 26 Januari - 4 Februari 2009

Dengan tudingan memfitnah, Direktur Utama PAL diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Buntut pembatalan paten mesin penghalau sampah.

Siapa yang tidak sakit hati bila penemuannya yang telah dipatenkan itu, dianggap hasil menjiplak. Itulah yang dialami Poltak Sitinjak. Direktur Utama PT Asiana Technologies Lestary ini, penemu alat penyaring sampah otomatis, dituding menjiplak alat serupa buatan Korea Selatan oleh Harsusanto yang kini menjadi Dirut PT Penataran Angkatan Laut (PT PAL).

Karena tudingan itulah, kini Harsusanto menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tudingan telah memfitnah dan mencemarkan nama baik Poltak. Dalam persidangan yang sejak Kamis dua pekan lalu telah memasuki proses pemeriksaan saksi, jaksa Jaya Sakti mendakwa Harsusanto telah merusak kehormatan, nama baik, dan menyebar fitnah terhadap Poltak Sitinjak.

Kasus ini sebenarnya adalah buntut dari persidangan kasus permohonan pembatalan paten yang diajukan Harsusanto ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Alkisah, pada 30 Januari 2007, Harsusanto yang masih menjabat sebagai Dirut PT Barata Indonesia menuding paten milik Poltak itu tidak ada unsur kebaruannya.

Paten yang dimaksud Harsusanto, tak lain paten atas mesin penyaringan sampah otomatis yang didaftarkan Poltak ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaaan Intelektual (HKI), Departemen Hukum dan HAM, pada 17 Februari 2003. Permohonan itu dikabulkan pada 15 Juni 2004, dengan sertifikat paten yang teregister dengan kode ID No. 0000490S. Paten ini berlaku hingga 17 Februari 2013.

DAlam gugatannya, Harsusanto menganggap penyaring sampah buatan Poltak itu sudah lama dikenal dan dipatenkan di Korea Selatan, dan mesin-mesinnya telah lama digunakan di Indonesia. meski mengaku tidak memproduksi atau memiliki kesamaan paten atas mesin yang disengketakan Harsusanto merasa hal itu bukan halangan buat PT Barata untuk menuntut pembatalan paten.

Harsusanto menyatakan, jika paten tidak dicabut, pihaknya khawatir, Poltak akan memonopoli pembuatan dan penjualan mesin penyaring sampah di Indonesia. untuk memperkuat dalilnya, dalam repliknya, PT Barata menyertakan bukti surat pernyataan (declaration) dari perusahaan Korea Selatan, Kum Sung Ind Co. Ltd.

Surat tertanggal 11 Desember 2006 itu diteken Presiden Direktur Kum Sung, Bon Chul Koo. Isinya menyebutkan, dalam kurun waktu 2002 hingga 2004, Kum Sung pernah menjual produk mesin penyaring sampah otomatis, Hydraulic Slide Type Trash Removing System, ke Indonesia. Salah satu pembelinya, adalah PT Asiana perusahaan milik Poltak.

Surat itu juga menyebutkan, bahwa PT Asiana mendapat mesin itu dari importir asal Korea Selatan, Ariko Enterprises Ltd. Nah, Berman Simbolon, kuasa hukum Poltak, menilai, peristiwa pidana terjadi ketika surat Kum Sung digunakan sebagai barang bukti di persidangan. Peristiwa yang dimaksud adalah fitnah dan pencemaran nama baik.

Tak heran, kendati persidangan kasus paten masih berlangsung, pada 9 Maret 2007, Poltak melaporkan Harsusanto dan Bon Chul Koo ke Mabes Polri. "Harsusanto dan Bon Chul Koo merekayasa seolah-olah mesin temuan klien saya menjiplak dari perusahaan Korea Selatan," kata Berman.

Tiga hari setelah Poltak melaporkan Harsusanto dan Bon Chul ke Polisi, pihak Ariko, yang disebut-sebut mengimpor mesin untuk PT Asiana, mengeluarkan surat testimoni. Isi surat tertanggal 12 Maret 2007 itu menyebutkan bahwa Ariko tidak pernah mengimpor mesin penyaring sampah produksi Kum Sung untuk PT asiana, seperti disebutkan dalam surat Kum Sung.

Pada saat kasus pidananya masih bergulir di kepolisian, perkara gugatan patennya mulai diputus pengadilan. Pada 8 Mei 2007, pengadilan menolak gugatan PT Barata. Majelis hakim menganggap, PT Barata gagal membuktikan adanya kesamaan antara paten sederhana milik Poltak dan paten serupa yang diklaim milik produsen asal Korea Selatan. Mengenai bukti surat Kum Sung yang menyebut adanya impor mesin produk Kum Sung untuk PT Asiana, majelis hakim menilai surat itu tidak spesifik mengurai adanya kesamaan paten.

Tak begitu dengan putusan kasasi Mahkamah Agung, dikeluarkan pada 19 February 2008. Putusannya menyatakan, paten sederhana milik Poltak tidak memiliki kebaruan sehingga tidak dapat diberikan paten. "Terhadap putusan MA itu, klien saya sudah mengajukan PK (Peninjauan Kembali)," kata Berman.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Your blog keeps getting better and better! Your older articles are not as good as newer ones you have a lot more creativity and originality now. Keep it up!
And according to this article, I totally agree with your opinion, but only this time! :)