Selasa, Desember 23, 2008

Industri Rekaman & ISP Kerja Sama

www.bisnis.com, 23 Desember 2008

NEW YORK: Asosiasi Industri Rekaman Amerika Serikat berencana melakukan kerja sama dengan penyedia layanan internet (ISP), guna mengurangi terjadinya pembajakan musik.

Wall Street Journal melaporkan tindakan itu dilaksanakan kedua pihak, karena upaya hukum yang dilakukan gagal menghambat terjadinya aktivitas berbagi file yang dilakukan secara ilegal.

Perjanjian awal yang telah dicapai, menurut laporan Wall Street Journal, kemarin adalah antara aso-siasi industri rekaman dan para penyedia layanan Internet.

Berdasarkan perjanjian, ISP akan memberitahukan pesan dari asosiasi kepada pengguna Internet, pada saat ISP mendeteksi adanya pengunduhan musik secara ilegal.

ISP akan memperlambat pelayanannya atau menghentikan akses tersebut, jika para pengguna Internet mengabaikan pesan yang disampaikan tersebut. (Bloomberg/elh)

Rabu, Desember 17, 2008

Produk Khas dan Sertifikasi

Majalah Trust, 8-14 Desember 2008

Untuk pertama kalinya Ditjen HKI menerbitkan sertifikat indikasi geografis Indonesia. Sertifikat itu diberikan kepada Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) kopi arabika Kintamani Bali.

Masyarakat yang memiliki produk hasil yang khas berindikasi geografis (geographical indication), kini bisa mendaftarkan keunikan itu kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM. Terhadap produk indikasi geografis tersebut, Kamis pekan silam, untuk pertama kalinya Ditjen HKI mengeluarkan sertifikat indikasi geografis terhadap kopi arabika Kintamani Bali.

Sertifikat tersebut diberikan kepada masyarakat Kecamatan Kintamani, Bangli, Pupuan, Kabupaten Badung, dan beberapa kecamatan di Kabupaten Buleleng. Penyerahan sertifikatnya akan dilakukan bersamaan dengan seminar dan sosialisasi indikasi geografis di Bali, pada 11 hingga 13 Desember 2008.

Sekadar informasi, berdasarkan UU No.14 Tahun 1997 tentang Merek, khususnya Bab IXa dan PP No. 51 Tahun 2007, indikasi geografis didefinisikan sebagai suatu tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang yang karena faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Pemberian sertifikat perlindungan indikasi geografis itu, maksudnya tak lain untuk melindungi kekayaan yang ada di dalam negeri selain hak cipta, paten, dan merek. Kopi Kintamani Bali merupakan pilot project dan pemohon pertama setelah pemerintah membuka pendaftaran produk indikasi geografis sejak September tahun lalu.

Kini setelah kopi Kintamani mendapat sertifikat indikasi geografis, pengusaha lain di luar wilayah yang sudah ditentukan dalam peta wilayah tidak boleh menggunakan atau menempelkan label indikasi geografis pada produk itu. Sekedar contoh, jika ada pihak lain yang mengklaim dan menempelkan label kopi Kintamani pada kemasan produknya, padahal produk tersebut dihasilkan bukan dari wilayah Kintamani, maka hal itu merupakan pelanggaran dan pelakunya bisa dituntut.

Dibanding negara lain, menurut Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Departemen Hukum dan HAM Andy Noorsaman Sommeng, upaya untuk memberikan perlindungan indikasi geografis memang hal yang baru di Indonesia.

Andy memaparkan, dua negara yang telah menerapkan hal ini pada komoditi khas daerahnya adalah Prancis dan Thailand. Makanya, "Minuman wine atau champagne kini tidak boleh digunakan oleh negara lain," ujarnya seraya memberi contoh mengenai komoditas khas Perancis itu. Karena itu, jangan heran kalau sekarang awak kabin pesawat asing, macam Qantas Airlines hanya ditawarkan sparkling wine," jelasnya.

Meski terbilang baru, menurut Andy, upaya untuk memberikan peningkatan ekonomi bagi para petani yang ada di Indonesia tetap penting. "Dengan adanya indikasi geografis, petani akan diuntungkan karena negara lain yang memproduksi dan memasarkan suatu produk dari wilayah di Indonesia minimal harus meminta izin dan membeli bahannya dari wilayan tersebut." ujarnya.

Sebagai negara beriklim tropis yang memiliki banyak sumber daya alam yang khas, menurut Andy, Indonesia memang memiliki banyak produk khas yang berpoteni mendapatkan perlindungan indikasi geografis. Produk-produk itu misalnya dodol Garut, markisa Medan, kopi Gayo, kopi Toraja, salak Pondoh, dan pempek Palembang. "Karena memiliki banyak produk yang berpotensi itulah, maka perlindungan indikasi geografis akan produk terkait menjadi penting," ujarnya.

Selain kopi arabika Kintamani Bali, menurut Staf Khusus Irjen Perkebunan Departemen Pertanian Riyaldi, sudah ada 5 produk dari Jepara yang telah siap mendapat sertifikasi indikasi geografis. Kelima produk itu adalah susu kambing Kali Jesing, ukiran Jepara, kerupuk tenggiri, kacang Open, serta blenyek ngemplak Jepara (sejenis ikan laut yang dikeringkan). "Sampai saat ini, kelima produk tersebut tinggal mendapat sertifikasi karena survei sudah kami lakukan dan permohonan juga sudah disampaikan kepada kami dan Dirjen HKI," jelas Riyaldi.

Selasa, Desember 16, 2008

Krakatau Steel versus KS

Sumber: Majalah Trust, 8-14 Desember 2008

Merek "KS" masuk ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Di meja hijau, PT Krakatau Steel (Persero) dan PT Tobu Indonesia sama-sama mengklaim sebagai pemilik merek "KS" untuk produk baja tulangan.

Bisnis baja memang sedang lesu. Tapi, itu tidak menghilangkan semangat PT Krakatau Steel (KS) bertarung di meja hijau. Sejak Oktober silam perusahaan pelat merah itu menggiring PT Tobu Indonesia ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. KS meradang lantaran Tobu menggunakan merek yang memiliki kemiripan dengan milik KS. Gugatan itu didaftarkan ke pengadilan akhir Oktober lalu.

Perselisihan kedua produsen besi baja itu, menurut salah satu kuasa hukum KS, Ali Imron dari kantor hukum Pacific Patent Indonesia, berawal ketika Tobu Indonesia mendaftarkan merek dagang "KS-TI" pada 25 Juli 2002, tanpa persetujuan dari kliennya. Merek itu didaftarkan dalam Daftar Umum Merek Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) Departemen Hukum dan HAM, dengan maksud untuk melindungi jenis barang yang termasuk dalam kelas barang 06, yakni baja tulangan beton.

Mengetahui pendaftaran tersebut, sontak KS keberatan. Menurut Ali, karena merek "KS-TI" milik Tobu Indonesia dinilai mempunyai persamaan pada pokoknya untuk barang yang sejenis dengan milik kliennya yang telah terdaftar lebih dahulu. Persamaan itu dianggap akan menimbulkan persaingan curang, mengecoh dan menyesatkan konsumen. "Masyarakat akan beranggapan merek "KS-TI" berasal dari Krakatau Steel. Tobu Indonesia dinilai beritikad tidak baik dengan mendaftarkan merek "KS-TI", katanya.

Padahal, perusahaan pelat merah itu memilih nama dagang "KS" karena itu adalah singkatan nama perusahaan penggugat. Hal itu bertujuan agar konsumen dapat membedakan hasil produksi penggugat dengan hasil produksi lain. Karena itu, dalam gugatannya KS menuding Tobu Indonesia telah melanggar ketentuan Pasal 4 Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Dalam pasal itu disebutkan merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemilik yang beritikad tidak baik.

Dengan kata lain, Tobu Indonesia mendompleng ketenaran merek KS. Badan usaha milik negara itu memilih merek "KS Pole" dan "KS" atas barang yang diproduksinya. Sementara Tobu menggunakan nama "KS-TI" sebagai merek dagang untuk barang sejenis dengan merek "KS".

Dan merek "KS Pole" lebih dahulu didaftar KS ke Ditjen HKI, yaitu sejak 1 Agustus 1997. Setelah terdaftar dalam kelas 06, yakni tiang telepon bentuk taper segi delapan (baja tahan korosi cuaca), pendaftaran perpanjangan diajukan pada 13 Juni 2007. Selain itu, merek "KS" terdaftar untuk barang baja tulangan (reinforcing steel bar), ulir (deform), polos (plain), dan baja profil (steel section).

Agar merek "KS" dikenal masyarakat, menurut Ali, kliennya telah melakukan promosi besar-besaran, baik melalui media cetak dan elektronik. Artinya, untuk memenuhi syarat dikenal masyarakat luas seperti yang diatur dalam Pasal 6 (1) UU No.15 Tahun 2001 itu, KS telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

Tudingan pihak KS dibantah keras oleh kuasa hukum Tobu Indonesia, Jony Situanda. Ia bersikeras merek penggugat bukan merek terkenal. Sebab, menurutnya, salah satu syarat merek terkenal adalah terdaftar di berbagai negara. "Tapi, nyatanya tidak semua orang tahu bahwa "KS" adalah Krakatau Steel," ujar Jony.

Selain itu, lanjut Jony, merek "KS-TI" terdaftar pada 2002, sementara "KS" baru terdaftar pada 2006. Selain itu, Tobu Indonesia sendiri sudah memproduksi baja tulang beton sejak tahun 1973. Bahkan, anak perusahaan KS, PT Krakatau Industrial Estate Cilegon dan Purna Sentana Baja, pernah memiliki saham di Tobu Indonesia. namun, tahun 2002 saham kedua perusahaan itu dijual kepada Andy Hartawan Sardjito, Direktur Utama Tobu Indonesia.

Terhadap permohonan pembatalan merek, seperti yang tertuang dalam gugatan KS, Jony menyatakan, permohonan pembtalan itu sudah kadaluarsa. Alasannya, penggugat baru memintakan pembatalan setelah tergugat mengantongi sertifikat merek selama lima tahun sembilan bulan. "Sertifikat yang lebih dari lima tahun tidak bisa dibatalkan," cetusnya.

Senin, Desember 15, 2008

Tak ada niat mendompleng merek Hoka Hoka Bento

www.bisnis.com, 15 Desember 2008

JAKARTA: Pengusaha yang digugat oleh PT Eka Bogainti terkait dengan penggunaan merek dagang Otobento, berkukuh tidak mendompleng, meniru, ataupun membonceng keterkenalan merek dagang milik perusahaan tersebut.

Hal tersebut tertuang dalam materi kesimpulan yang diajukan seorang pengusaha bernama Tony, yang diserahkan pada persidangan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pekan lalu.

Sebelumnya, PT Eka Bogainti, perusahaan yang terkenal dengan restoran cepat saji menggunakan merek Hoka Hoka Bento, mengajukan gugatan pembatalan merek Otobento terhadap salah satu pengusaha melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Dalam gugatan yang terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 16 Oktober 2008, Eka Bogainti menuding pengusaha bernama Tony, telah melakukan pendaftaran merek dengan iktikad tidak baik.

Penggugat menilai tergugat telah mendompleng, meniru, dan membonceng keterkenalan merek dagang miliknya.

Selain merek dagang Hoka Hoka Bento, Eka Bogainti mengklaim sebagai pemilik dan pendaftar pertama atas merek dagang Obento, yang terdaftar di Direktorat Merek Dephukham, dengan tanggal pengajuan pendaftaran pada 19 Juli 2002.

Lebih lanjut, Tony melalui salah satu kuasa hukumnya, Uus Mulyaharja, mengklaim bahwa pihaknya memperoleh hak atas merek Otobento dan Lukisan Kepala Koki setelah menempuh pemeriksaan substantif pada Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum.

Setelah dilakukan pemeriksaan, menurut pihak Tony, ternyata tidak ditemukan merek pihak lain yang memiliki persamaan dengan merek-merek Otobento dan Lukisan Kepala Koki, sehingga secara yuridis permohonan tersebut memasuki tahap publikasi dalam Berita Resmi Merek.

Dalam jangka publikasi, lanjutnya, pihak Eka Bogainti pernah mengajukan keberatan (oposisi) pada 19 Oktober 2004, tetapi Direktorat Merek menolak oposisi itu karena dinilai tidak beralasan hukum, sehingga merek milik Tony dapat terdaftar.

Lagipula, menurutnya, kata Bento dinilai tidak dapat dimonopoli oleh penggugat. Pasalnya, tergugat menganggap kata itu adalah kata yang umum (generic name), yang dalam bahasa Jepang berarti bekal makan siang.

Sementara itu, salah satu kuasa penggugat, Ali Imron, menyebutkan tergugat beriktikad tidak baik, karena mendaftarkan merek Otobento dengan cara mendompleng, meniru, dan membonceng merek pihaknya yang telah terdaftar lebih dahulu. Oleh Elvani Harifaningsih, Bisnis Indonesia.

Microsoft fasilitasi perusahaan dapatkan piagam HaKI

www.bisnis.com, 15 Desember 2008

BANDUNG: Microsoft Indonesia memfasilitasi puluhan klien korporasi dalam pembuatan piagam Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) guna menekan angka pembajakan peranti lunak (software) di Indonesia.

Anti S. Suryaman, License Compliance Manager Microsoft Indonesia, mengungkapkan pihaknya memberi apresiasi kepada klien yang menggunakan peranti lunak asli Microsoft dalam pengurusan piagam HaKI.

Dia menjelaskan klien memperoleh separuh bea registrasi piagam yang dibayarkan kepada Business Software Alliance (BSA) sebagai bentuk apresiasi, sementara sisanya ditanggung sendiri perusahaan.

"Ada sekitar 40 perusahaan yang sudah kami fasilitasi. Memang sebenarnya mereka mampu bayar sendiri, tapi ini bentuk apresiasi Microsoft kepada penggunanya," katanya kepada Bisnis di Bandung, kemarin.

Piagam HaKI adalah dokumen sertifikasi yang menunjukkan sebuah perusahaan telah diaudit oleh Business Software Alliance (BSA), sehingga sertifikat bisa menjadi justifikasi dalam pengurusan masalah hukum.

Tak akan dirazia

Mereka yang sudah mengantongi piagam itu diklaim BSA tak akan terkena razia oleh aparat hukum. Meskipun demikian, pemilik piagam tetap harus menjalani audit ulang setiap 6 bulan atau setahun sekali.

Biaya registrasi sendiri akan bergantung pada jumlah komputer dan perlengkapan yang dimiliki. Namun sebagai gambaran, Sheraton Hotel Bandung yang memiliki 60 komputer harus membayar US$60.

Anti mengungkapkan berdasarkan data yang dimiliknya, perusahaan yang sudah terdaftar dalam perolehan piagam berjumlah sekitar 200 klien, tetapi yang sudah mengantongi piagam tersebut baru sekitar 40 perusahaan.

"Kami sudah beri akses pembiayaan ini di Surabaya, Medan, dan Bandung. Ke depan, akan kami lakukan di kota lainnya di Indonesia, bahkan tak menutup kemungkinan kepada pengguna individual atau komunitas."

Dia menjelaskan selain fasilitasi HaKI, pihaknya tengah gencar melakukan edukasi peranti lunak dengan memberikan secara cuma-cuma cakram Software Asset Management (SAM).

Melalui peranti yang bisa mengidentifikasi keaslian peranti, katanya, Microsoft berharap perusahaan akan tergu- gah kesadarannya sehingga tingkat pembajakan pada tahun ini bisa terus menurun.

Berdasarkan data IDC Global PC Software Piracy, Indonesia masih merupakan negara dengan pembajakan terbesar di samping Bangladesh (92%), China (82%), Pakistan (84%), Sri Lanka (90%), dan Vietnam (95%). Oleh Muhammad Sufyan (Bisnis Indonesia)

Jumat, Desember 05, 2008

Mattel Inc. menang soal hak cipta

www.bisnis.com, 5 Desember 2008

NEW YORK: Mattel Inc, produsen mainan terbesar dunia, memenangi perkara di pengadilan, di mana kompetitor MGA Entertainment Inc diperintahkan untuk tidak memproduksi dan menjual lagi boneka Bratz yang dituding melanggar hak cipta Mattel.

Pada pembacaan putusan di Pengadilan California, kemarin, majelis hakim Stephen Larson, mengabulkan tuntutan Mattel yang menginginkan agar MGA berhenti memproduksi boneka multietnik produksinya.

Boneka Bratz produksi MGA pertama kali dipasarkan pada 2001. Produk ini diklaim telah mengakibatkan terjadinya penurunan penjualan produk Barbie milik Mattel. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyebutkan perancang yang bekerja di Mattel keluar dan pindah ke MGA.

Desainer itu, menurut majelis hakim, telah mengambil ide yang dimiliki Mattel dan memberikannya pada MGA, sehingga terciptalah produk boneka bernama Bratz. (Bloomberg/elh)

Senin, November 17, 2008

Par digugat agar tak jual Treximet

http://www.bisnis.com/, 17 November 2008


WASHINGTON: Pozen Inc diketahui melayangkan gugatan terhadap Par Pharmaceutical Cos melalui Pengadilan Texas, guna mencegah perusahaan itu menjual versi generik dari obat migrain Treximet.
Saat ini, Par tengah mengajukan permohonan Badan Obat dan Makanan (FDA), agar mendapatkan persetujuan untuk menjual kopi dari obat tersebut. Sehingga, Pozen meminta agar pengadilan menghalangi pengesahan tersebut, sampai paten obat itu berakhir.
Pozen menuding kopi dari obat itu melanggar dua paten yang akan berakhir pada 2017 dan 2025.
Obat itu dijual oleh rekanan Pozen, GlaxoSmithKline Plc, yang merupakan produsen obat-obatan terbesar kedua dunia. Akhir bulan lalu, Pozen menyebutkan pihaknya mengharapkan royalti antara US$1,6 juta dan US$2,6 juta dari obat tersebut. (Bloomberg/elh)

Kamis, November 06, 2008

Gugatan Naco Smart Dikabulkan

www.bisnis.com, 6 November 2008

JAKARTA: Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan pembatalan merek dagang NACO dan logo yang dilayangkan Naco Smart Sdn Bhd terhadap pengusaha lokal, Minardi Wiguna.

Dalam sidang putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Reno Listowo di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, kemarin, Naco Smart berhasil membuktikan dalil-dalil gugatannya yang menyatakan tergugat telah beriktikad tidak baik dengan mendaftarkan merek dagang NACO dan logo atas namanya pribadi.

Sebelumnya, Naco Smart, perusahaan asal Malaysia yang memproduksi dan memperdagangkan makanan, susu, dan kapsul kesehatan, melayangkan gugatan terhadap Minardi, terkait dengan pendaftaran merek dagang NACO dan logo.

Dalam gugatan itu, Naco Smart menuding Minardi telah beriktikad tidak baik karena mendaftarkan merek dagang NACO dan logo atas nama pribadi di Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM.

"Kami meminta kepada majelis hakim agar membatalkan merek dagang NACO yang terdaftar atas nama tergugat," ujar Turman M. Panggabean, salah satu kuasa hukum penggugat, sebelum sidang pembacaan putusan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, kemarin.

Turman menyebutkan Naco Smart merupakan pemilik dan pemegang hak atas merek dagang NACO dan logo yang telah terdaftar di negara asalnya, Malaysia, yakni melalui Perbadanan Harta Intelek Malaysia (Intellectual Property Corporation of Malaysia), untuk kelas barang 05, pada 14 April 2004.

Akan tetapi, sambungnya, dia mengaku pihaknya mengetahui bahwa tergugat mendaftarkan merek dagang NACO dan logo atas namanya pribadi pada 14 Maret 2006.

Pendaftaran merek dagang dan logo atas nama tergugat itu, katanya, jelas didasari dengan iktikad tidak baik.

Sebelumnya, tergugat menyebutkan dirinya memiliki iktikad baik dalam mendaftarkan merek dagang itu.

Tergugat juga diketahui mengajukan gugatan balik (rekonpensi) terhadap penggugat. Dalam rekonpensi, tergugat menuntut agar penggugat membayar ganti rugi immateriil Rp1 miliar.(Oleh Elvani Harifaningsih)

Rabu, November 05, 2008

Pihak beperkara sama-sama kasasi soal pelanggaran paten

Bisnis Indonesia, 27 Oktober 2008

JAKARTA: Dua pihak yang bersengketa dalam kasus paten alat pengering merek Nordic dan Super Dry menolak atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung

Kedua belah pihak itu adalah PT Super Dry Indonesia penggugat serta PT Indonesian Container Desiccant tergugat I dan Lars Mikael Lang Thorden tergugat II

Mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam rangka memperbaiki isi putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Dalam memori kasasi tergugat I dan II, yang disampaikan lewat kantor hukum Iman Sjahputra kepada Mahkamah Agung barubaru ini ditegaskan putusan Pengadilan Niaga Jakpus salah dalam menerapkan dalil hukum

Menurut para tergugat, alat pengering merek Nordic produksinya merupakan pengembangan dari produk sejenis merek Super Dry milik penggugat

Hal itu, lanjut kasasi para tergugat, dapat dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium bahwa kandungan formula antara dua produk tersebut berbeda

"Kandungan Caci, Ash Content, Moisture Content dan Calsium di produk Nordic di antaranya 37,61%, 62,37%, 0,19% dan 44,42%, sedangkan pada Super Dry 28,06%, 46,41%, 7,33% dan 3,12%," ungkap tergugat I dan II dalam kasasi

Dengan begitu, lanjut para tergugat, tidak ada satu pun pasal UU No14/2001 tentang Paten yang dilanggar produsen Nordic Justru produk tersebut merupakan pengembangan dari Super Dry

Kasasi para tergugat juga menyesali dalil hukum Pengadilan Niaga Jakpus, yang hanya mempertimbangkan keterangan saksisaki dari penggugat, sementara buktibukti dan uraian saksisaksi yang diajukan tergugat I dan II di persidangan diabaikan

Dengan begitu, tulis kasasi para tergugat, putusan itu bersifat tidak adil dan kurang berimbang sehingga dalil putusan tersebut patut dibatalkan oleh Mahkamah Agung

Melawan hukum

Sementara itu, dalil kasasi penggugat yang disampaikan kantor hukum Suryomurcito & Co menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan para tergugat adalah perbuatan melawan hukum, atau sebagaimana putusan Pengadilan Niaga Jakpus

Secara tanpa izin, ungkap kasasi penggugat, tergugat I dan II terbukti telah mengedarkan, menjual dan memproduksi alat penyerap kelembapan merek Nordic yang memiliki kesamaan dengan Super Dry yang telah mendapat paten No ID 0019714 dari Dirjen Paten Depkumham

Menurut penggugat, jika mengacu kepada Pasal 16 jo pasal 18 UU Paten, seharusnya Pengadilan Niaga Jakpus mengabulkan tuntutan ganti rugi

Akan tetapi pada kenyataannya, dalil putusan beralasan kalau tergugat II merupakan inventor dan pemegang saham, sehingga tuntutan itu tidak dikabulkan Pengadilan Niaga Jakpus

Padahal, sebut penggugat, sesuai dengan bukti yang terungkap di persidangan para tergugat telah melakukan transaksi penjualan pada Februari 2005 hingga Desember 2007

Kepada majelis hakim kasasi Mahkamah Agung penggugat pada memori kasasi meminta agar mengabulkan tuntutan ganti rugi, yakni membayar material senilai US$1,3 juta dan immaterial US$1 juta

Pada persidangan putusan Pengadilan Niaga Jakpus sebelumnya, majelis hakim pimpinan Makassau memerintahkan para tergugat agar menghentikan kegiatan produksi, menjual dan mengekspor Nordic karena produk itu melanggar UU Paten

Majelis menilai tidak etis jika tergugat II Lars Mikael Lang Thorden harus membayar ganti rugi karena dia salah satu inventor dan pemegang saham (S Hadysusanto)

Dua Pengusaha Berseteru Soal Merek Serba Cantik

www.bisnis.com, 5 November 2008

JAKARTA: Dua pengusaha interior asal India kini berseteru di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, terkait dengan penggunaan merek toko Serba Cantik.

Khisin L. Nandwani, pengusaha yang mengklaim diri sebagai pemilik dan pemakai pertama merek Serba Cantik untuk toko yang menjual karpet, gorden, dan pakaian jadi itu, menggugat Prem L. Bharwani.

Khisin menuding Prem L Bharwani telah beriktikad tidak baik mendaftarkan merek yang sama, yaitu Serba Cantik, di Direktorat Merek Departemen hukum dan HAM.

Selain menggugat Prem, Khisin juga melibatkan Pemerintah RI c.q. Departemen Hukum dan HAM c.q. Ditjen Hak Kekayaan Intelektual c.q. Direktorat Merek, sebagai tergugat II. Gugatan itu telah didaftarkan 15 Agustus 2008.

Dalam gugatannya, Khisin meminta majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan dirinya sebagai satu-satunya pemilik yang sah dari merek Serba Cantik, serta memerintahkan pembatalan merek Serba Cantik yang terdaftar atas nama Prem.

Dia juga juga menyebutkan bahwa pendaftaran merek toko Serba Cantik atas nama Prem dilakukan dengan dasar iktikad tidak baik.

Pasalnya, menurut penggugat, tergugat I jelas-jelas melakukan tindakan meniru atau menjiplak merek yang diklaim telah identik sejak lama dengan diri penggugat.

Punya toko

Sekadar informasi, tergugat I juga mempunyai toko interior yang menjual barang-barang seperti gorden, karpet, dan wallpaper, di kawasan yang sama dengan penggugat. Selama ini, tergugat I lebih identik dengan nama toko Serba Antik.

"Taktik dan strategi tergugat I jelas-jelas mengindikasikan upaya tergugat I untuk mematikan bisnis penggugat dan sekaligus untuk memperoleh keuntungan dengan mudah," tulis penggugat, dalam materi gugatannya.

Saat ini, proses pemeriksaan perkara antara kedua pihak telah bergulir di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sidang antara kedua pihak rencananya dilanjutkan pada pekan depan.

Sementara itu, kuasa hukum Prem, Andi F. Simangunsong, menyebutkan pendaftaran merek Serba Cantik atas nama kliennya merupakan salah satu upaya untuk melindungi diri dari kemungkinan terkecohnya konsumen atas kemiripan merek Serba Antik miliknya dan Serba Cantik yang digunakan penggugat.

"Ini [mendaftarkan merek Serba Cantik yang digunakan Khisin atas nama Prem] adalah dalam rangka shadow protection [untuk melindungi diri dari kemungkinan terkecohnya konsumen atas kemiripan merek]," ujarnya, belum lama ini.

Praktisi dari kantor hukum Hotma Sitompoel & Associates menyebutkan penggugat bukanlah pemilik merek Serba Cantik.

Khisin, katanya, mengajukan permohonan pendaftaran merek Serba Cantik di Direktorat Merek Departemen Hukum dan HAM.

Akan tetapi, sambungnya, permohonan pendaftaran untuk kelas barang 24 dan kelas jasa 35 yang dilakukan Khisin itu ditolak dan saat ini Khisin dalam proses banding pada Komisi Banding Merek.

Prem memang terdaftar sebagai pemilik merek Serba Cantik di Direktorat Merek. Merek itu terdaftar untuk kelas 24 dan kelas 35, yakni pada 4 Mei 2005 dan 11 Juli 2008.

Perseteruan antara kedua pihak berawal ketika Khisin yang mengklaim diri sebagai pemilik dan pemakai pertama merek Serba Cantik, secara terus-menerus sejak lebih dari 20 tahun lalu, menuding Prem telah beriktikad tidak baik dengan mendaftarkan merek yang sama atas namanya, pada 2005.

Khisin menuding Prem telah melanggar ketentuan Pasal 4 UU No. 15/2001 tentang Merek. Dalam pasal itu disebutkan merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemilik merek yang beriktikad tidak baik. (Oleh Elvani Harifaningsih)

Selasa, November 04, 2008

EMI Indonesia Digugat Masalah Hak Cipta

Bisnis Indonesia, 10 Oktober 2008, Oleh Elvani Harifaningsih

JAKARTA: PT EMI Indonesiaperusahaan rekamanmenghadapi tuntutan hukum yang dilayangkan oleh seorang musisi dan pencipta lagu, atas dugaan pelanggaran hak cipta

Kohar Kahler, musisi dan pencipta lagu, menuding perusahaan itu telah memperbanyak lagu ciptaannya, tanpa izin dirinya sebagai pemegang hak cipta Gugatan itu dilayangkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Dalam gugatannya, Kohar menuntut EMI Indonesia untuk menghentikan kegiatan peredaran lagulagu karyanya antara lain lagu Tiada Lagi dan Hilang yang dinyanyikan penyanyi Mayang Sari

Selain itu, Kohar juga menuntut EMI Indonesia untuk membayar ganti rugi Rp599,062 juta, yang merupakan ganti rugi materiil dan immateriil yang diklaim Kohar telah dideritanya karena kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan sebagai pencipta lagu

Kemarin, sidang di antara kedua belah pihak kembali digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Akan tetapi, majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut menunda sidang hingga 5 November 2008

Sementara itu, Managing Director EMI Indonesia Arnel Affandi, menepis tudingan Kohar bahwa perusahaan rekaman tersebut telah memproduksi lagu ciptaan Kohar tanpa izin darinya

EMI Indonesia, katanya, tidak pernah berhubungan secara langsung dengan Kohar Dia menyebutkan EMI Indonesia membeli master yang sudah jadi dari satu perusahaan, yang telah menyelesaikan kewajibannya dengan Kohar

Dia menyebutkan penggugat sepertinya telah salah melayangkan gugatan terhadap pihaknya

Akan tetapi, sambungnya, karena telah memasuki proses persidangan, pihaknya akan mengikuti persidangan itu dan meminta waktu kepada majelis untuk menyerahkan buktibukti dokumen mengenai pembelian master dari perusahaan lain itu

Persengketaan antar kedua pihak berawal dari Kohar merasa haknya sebagai pemegang hak cipta telah dilanggar oleh perusahaan rekaman tersebut Dia menuding EMI Indonesia telah memperbanyak lagu ciptaannya tanpa izin darinya

EMI Indonesia, menurut Kohar, telah memperbanyak lagu Tiada Lagi dan Hilang yang dinyanyikan Mayang Sari, tanpa meminta izin darinya

Tindakan itu, klaim Kohar, telah dilakukan EMI Indonesia sepanjang 2006 hingga 2007 Lagu itu beredar luas di masyarakat dalam bentuk kepingan VCD

Lagu-lagu tersebut, menurut Kohar, al terdapat dalam album Best of The Best Mayang Sari 2006, 20 Lagulagu Terbaik Mayang Sari 2000 2006, dan Album Alda Mayang Fitri 2007.

Senin, November 03, 2008

Merek food supplement dipersoalkan

Bisnis Indonesia, 3 November 2008


JAKARTA: Keberatan terhadap pendaftaran beberapa merek food supplement sejenis yang sudah didaftarkan sebelumnya, PT High Desert Indonesia mengajukan gugatan pembatalan merek kepada PT Harmoni Dinamika Indonesia.


Proses persidangan gugatan yang diajukan PT High Desert Indonesia pada 26 September 2008 ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, memasuki acara jawaban PT Harmoni Dinamika Indonesia selaku tergugat, dan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dirjen Haki-Depkumham) sebagai turut tergugat.

Dalam gugatan yang diajukan kantor hukum Iman Sjahputra & Partners selaku kuasa hukum PT High Desert Indonesia disebutkan bahwa merek produk food supplement seperti Pollenergy (tablet), Bee Propolis (tablet), Bee Propolis (kapsul), Royal Jelly, dan Pollenergy (kapsul) sudah terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan (BPOM-Depkes) sejak Mei 1990.

"Sejak 1990 hingga sekarang penggugat telah memasarkan produk-produk itu di Indonesia," papar Heri Harjandono mewakili kuasa hukum di hadapan majelis hakim yang diketuai Reno Listowo.

Namun, lanjutnya, sejak 1994 sampai sekarang tergugat ternyata memasarkan produk serupa. Bahkan, selain mendaftarkan ke BPOM-Depkes, tergugat mendaftarkan juga ke Dirjen Haki dan mendapat nomor pendaftaran.

Lisensi Merek Cap Kaki Tiga Digugat

Bisnis Indonesia,3 November 2008

JAKARTA: PT Tiga Sinar Mestika, selaku substitusi dari perusahaan asal Singapura Wen Ken Drug Co Pte Ltd, menggugat PT Sinde Budi Sentosa, produsen Cap Kaki Tiga, melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terkait dengan perkara lisensi.
Dalam gugatannya, Tiga Sinar Mestika meminta Pengadilan memerintahkan Sinde Budi Sentosa menghentikan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk dengan merek Cap Kaki Tiga yang a.l. berupa produk larutan penyegar, balsem, puyer sakit kepala, obat kurap, dan salep kulit.

Penggugat menuntut dua macam ganti rugi materiil. Pertama, kerugian materiil yang terkait dengan pembayaran royalti oleh tergugat kepada penggugat sejumlah 1% dari penjualan tergugat per tahun terhitung sejak 1978.

Kedua, kerugian material terkait dengan upaya penghilangan logo Kaki Tiga, sejumlah S$1 juta per tahun, terhitung dari 2000. Nilai S$1 juta ini diklaim setara dengan biaya promosi produk Cap Kaki Tiga.

Selain ganti rugi materiil, penggugat juga menuntut dua macam ganti rugi immateriil. Pertama, immateriil S$100 juta, terkait dengan upaya penghilangan logo Cap Kaki Tiga, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat.

Kedua, immateriil S$100 juta, terkait dengan kegiatan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk-produk dengan menggunakan merek Cap Kaki Tiga secara tidak sah dan tanpa hak, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat.

Saat ini, sidang antara kedua pihak mulai bergulir di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pada sidang pekan lalu, persidangan telah dilanjutkan kembali dengan agenda penyerahan jawaban dari pihak tergugat atas gugatan penggugat.

Dalam gugatan yang terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 22 September 2008, penggugat menyebutkan pihaknya telah menggunakan merek Cap Kaki Tiga di Singapura sejak 1937, dan merek tersebut diklaim telah terkenal di dunia internasional hingga saat ini.

Penggugat (Wen Ken) dan tergugat (Sinde Budi Sentosa), menurut penggugat, menjalin kerja sama untuk memproduksi, menjual, memasarkan, dan mendistribusikan produk dengan menggunakan merek Cap Kaki Tiga.

Hubungan kekeluargaan

Wen Ken mengklaim kerja sama yang terjadi dengan Sinde Budi Sentosa adalah didasarkan pada hubungan kekeluargaan, sehingga tidak pernah dibuat dan ditandatangani Perjanjian Lisensi secara tertulis.

Perusahaan asal Singapura itu juga mengklaim Sinde Budi Sentosa tidak membayar royalti secara kontinu, tidak menyampaikan laporan produksi dan atau penjualan produk yang menggunakan merek Cap Kaki Tiga, serta menghilangkan gambar atau logo Kaki Tiga dari kemasan produk Cap Kaki Tiga.

Sejak 2000, menurut penggugat, pihaknya berupaya untuk membahas masalah pembuatan suatu perjanjian lisensi.

Mengingat perundingan tidak mencapai titik temu, pada Maret 2008 penggugat mengumumkan pemberitahuan di media massa bahwa pihaknya tidak mempunyai hubungan kerja sama lagi dengan tergugat.

Lalu, penggugat juga mengumumkan bahwa pihaknya telah menunjuk PT Tiga Sinar Mestika, guna melindungi kepentingan dan haknya atas merek Cap Kaki Tiga di Indonesia, dan dalam rangka kelanjutan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk Cap Kaki Tiga.

Sementara itu, kuasa hukum tergugat, Andi F. Simangunsong, menyebutkan pihaknya merupakan satu-satunya penerima lisensi atas merek Cap Kaki Tiga untuk wilayah Indonesia, sejak 1978.

Pemberian lisensi merek Cap Kaki Tiga itu, menurutnya, dilakukan secara sah dan tertulis yang dibuat dan ditandatangani oleh kedua pihak, yang a.l. intinya pemberian lisensi untuk memproduksi dan memasarkan, serta mengatur pengurusan pendaftaran merek dan hak cipta di Indonesia.

Lagipula, katanya, reputasi merek Cap Kaki Tiga hingga menjadi suatu merek dagang yang terkenal di Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari upaya-upaya yang dilakukan pihaknya selama ini. (Oleh Elvani Harifaningsih)

Jumat, Oktober 24, 2008

MA Tolak Kasasi SFP Kasus Desain Industri

Bisnis Indonesia, 23 September 2008 (S. Hadysusanto)

JAKARTA: Majelis hakim kasasi Mahkamah Agung MA pimpinan Paulus E Lotulung menolak permohonan kasasi PT Sumber Fortuna Paperindo atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta dalam perkara desain kotak makanan model flip n flap melawan boks makanan.

Dalam putusan kasasi itu dinyatakan produsen kotak makanan tersebut bersalah dan dihukum membayar biaya perkara Rp 5 juta.

Menurut majelis hakim kasasi menilai putusan Pengadilan Niaga Jakpus sudah benar menerapkan hukum dalam mengadili perseteruan desain kotak makanan yang diklaim sebagai milik PT Sumber Fortuna Paperindo SFP dan PT Converpak Indonesia CI. "Pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya terkait dengan kesalahan penerapan dan pelanggaran hukum, serta kelalaian dalam memenuhi syarat yang ditentukan peraturan. Adapun, putusan pengadilan niaga dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum, atau undang-undang," urai Paulus dalam putusannya.

Meski pemohon kasasi telah mendaftarkan desain produk kotak makanan ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, kata majelis, tapi bukan berarti hal itu membatasi hak hukum pihak lain yang telah mendaftarkan produk sejenis ke lembaga tersebut.

Pada persidangan sebelumnya, Pengadilan Niaga Jakarta memutuskan desain box makanan yang terdaftar di DepkumHAM No.ID 0010381D tanggal 6 November 2006 atas nama PT SFP tidak mempunyai kebaruan, atau bukan merupakan desain industri yang baru. Pendaftaran itu dinilai sebagai upaya iktikad tidak baik, karena hasil desain box makanan merupakan jiplakan atau peniruan dari kotak makanan model flip n flap produksi PT CI yang lebih awal terdaftar ke DepkumHAM, pada 2 Juni 2004.

PT SFP menilai pertimbangan hukum putusan pengadilan niaga atas kasus itu tidak cermat dan kurang patut sehingga tak memenuhi rasa keadilan, kemudian produsen kotak makanan itu mengajukan kasasi. Pada memori kasasi itu dikatakan pertimbangan hukum pengadilan niaga yang menyebutkan kalau kotak makanan produksi PT SFP merupakan hasil jiplakan dari kotak makanan model flip n flap adalah keliru dan kurang teliti. Sebab, produk itu merupakan hasil desain dari pembuat mesin cetak tempat makanan, yakni Win Shine Machinery Co Ltd. Hanya modelnya saja yang berbeda.

Sementara itu, kuasa hukum PT CI, Iman Sjahputra, mengatakan produk kotak makanan milik PT SFP bukan desain baru, melainkan merupakan jiplakan dari desain kotak makanan model flip n flap yang sudah terdaftar dan banyak dipakai di Indonesia dan Australia. "Klien kami mengajukan pembatalan pendaftaran desain industri kotak makanan, karena iktikadnya tidak baik"

Gugatan Dua Perusahaan Asing Ditolak Pengadilan

Bisnis Indonesia, 16 Oktober 2008 (S. Hadysusanto)

JAKARTA: Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menolak gugatan dua perusahaan asing Macroserve Pte Ltd Singapura dan CC Pollen Co AS terhadap Susinto Widianto terkait merek dagang High Desert dan logo HD.

Amar putusan yang dibacakan majelis hakim pimpinan Reno Listowo baru-baru ini menyatakan gugatan tersebut kurang pihak karena tidak melibatkan PT High Desert Indonesia selaku pemegang hak merek dagang tersebut sejak 17 September 2007.

Majelis menyimpulkan, dari fakta hukum yang terungkap di persidangan secara formil merek dagang High Desert dan logo HD di bawah nomor serifikat IDM000123926 telah beralih kepemilikannya dari Susinto Widianto kepada PT High Desert Indonesia. Dengan begitu, kata majelis, sejak 17 September 2007 kepemilikan merek dagang High Desert dan logo HD yang semula atas nama Susinto Widianto selaku tergugat telah beralih kepada PT High Desert Indonesia.

"Berdasarkan bukti-bukti yang diajukan ke persidangan, serta akta hibah No.28 tertanggal 12 September 2007 telah terjadi pengalihan kepemilikan hak atas merek tersebut kepada PT High Desert Indonesia," kata majelis hakim dalam putusannya. Perubahan kepemilikan merek dagang itu, masih kata majelis, telah diberitahukan secara resmi oleh tergugat kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Depkumham pada 17 September 2007, dan disetujui dengan terbitnya sertifikat pencatatan pengalihan hak.

"Konsekuensi hukum gugatan para penggugat CC Pollen Co dan Macroserver PTE Ltd terhadap Susinto Widianto tidak tepat dan salah karena kurang pihak, di mana seharusnya PT High Desert Indonesia dilibatkan sebagai tergugat," papar majelis hakim di persidangan.

Dalam putusan itu majelis juga menyatakan tidak relevan untuk dipertimbangkan keberatan para penggugat terhadap keabsahan akta hibah No 28 tertanggal 12 September 2007 dan keabsahan pendirian PT High Desert Indonesia.

Sebagai pihak yang kalah dalam kasus tersebut, para penggugat diharuskan membayar biaya perkara sebesar Rp. 2,813 juta.

Tidak baik

Sebelumnya, gugatan yang diajukan melalui kuasa dari Kantor Hukum Abdullah Loetfi & Co menyatakan bahwa perbuatan tergugat mendaftarkan merek dagang itu merupakan iktikad tidak baik karena dilakukan tanpa izin.

"Merek dagang para penggugat telah didaftarkan oleh tergugat pada 20 Juni 2007 dengan No. IDM000123926 untuk jenis produk food supplement, yang termasuk dalam kelas barang 05," kata Abdullah Loetfi & CO dalam gugatannya.

Padahal, lanjutnya, merek dagang itu adalah merek terkenal di dunia dan telah didaftarkan pertama kali di Amerika Serikat pada 29 September 1981 oleh CC Pollen CO selaku pemilik awal.

Untuk kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, CC Pollen CO memberi kewenangan pandaftaran merek dagangnya kepada Macroserve PtE Ltd.

Namun, tanpa sepengetahuan para penggugat, ternyata tergugat telah mendaftarkan merek High Desert dan logo HD di Direktorat Merk Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM.

Polisi Tangkap Pemalsu Merek No.1 Cap THG

Antara, 16 Oktober 2008

KUDUS: Polres Kudus, Jawa Tengah berhasil menangkap pemalsu kecap bermerek terkenal di pasaran lokal Kabupaten Kudus dan sekitarnya.

"Penangkapan berdasarkan aduan dari pemilik merek yang sah kepada petugas pada 13 Oktober 2008," kata Kapolres Kudus AKBP Budi Siswanto melalui Kasatreskrim AKP Dony Setyawan, di Kudus, kemarin.

Berdasarkan sertifikat hak atas kekayaan intelektual Nomor 328809,16 Juni 2003, kecap bermerek No.1 Cap THG adalah milik Sukinah. Mengingat pemilik sesuai yang tertera di sertifikat sudah lanjut usia, usaha tersebut dilanjutkan oleh cucunya bernama Roy Wibowo. "Atas laporan Roy, pelapor kasus pemalsuan merek tersebut, petugas segera menindaklanjutinya," katanya.

Hasilnya, tambahnya, petugas berhasil menangkap Suhadi pelaku pemalsu merk kecap THG tersebut yang berasal dari Desa Loram Wetan, Kecamatan Jati, Kudus. Barang bukti yang berhasil disita petugas berupa 24 botol kecap palsu yang dikemas dalam botol bermerek THG, sejumlah segel plastik berwarna merah, tutup botol, dua buah alat sablon, dan sebuah alat pemasang tutup botol.

Pelaku pemalsu kecap tersebut, menurut polisi, Suhadi mengaku sudah memasarkan 200 botol kecap palsu tersebut di Pasar Pecangaan, Jepara dan sekitarnya. "Setiap satu botol kecap saya jual di pasaran sebesar Rp 6600, lebih mahal Rp 350 dari aslinya," katanya. Keuntungan yang dia peroleh dari memalsukan merek tersebut berkisar Rp. 200.000. Pemalsu berkilah, pemalsuan merek kecap tersebut dilakukan tanpa kesengajaan.

Saat dia menarik botol bekas kecap kosong bermerek Udang Jaya miliknya dari sejumlah pedagang di Pasar Bitingan dan Pecangaan, pihaknya mendapatkan pula botol kecap bermerek THG. "Saya mencoba mengisi botol-botol bermerek THG dengan kecap buatan saya dan ternyata laku keras," katanya. Setelah itu, pelaku memberanikan diri memperbanyak pemalsuan kecap merek THG dengan mencari tutup botol asli dari sejumlah pedagang, sedangkan segel dan merek kecap THG dipesan dari tukang sablon.

Atas perbuatan memalsukan merek tersebut, pelaku dijerat Pasal 90 UU Nomor 15 tahun 2001 Tentang Merek dengan ancaman pidana paling lama lima tahun dan atau denda hingga Rp.1 miliar.

Pengadilan Kabulkan Gugatan Sucaco Dalam Kasus Merek Supreme

Bisnis Indonesia, Elvani Harifaningsih, 20 Oktober 2008

JAKARTA: Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan pembatalan merek dagang Supreme dan logonya yang dilayangkan PT Supreme Cable Manufacturing Corporation Tbk PT Sucaco Tbk terhadap salah seorang pengusaha lokal.

Dalam pertimbangan hukumnya, ketua majelis hakim Makmun Masduki menyatakan Sudono terbukti tidak beriktikad baik dengan menggunakan merek yang sama dengan milik PT Sucaco.

Kendati kedua merek memiliki logo yang berbeda, katanya, merek itu terbukti memiliki persamaan pada pokoknya, yakni dalam penggunaan kata Supreme dengan susunan huruf dan pengucapan yang sama. Seharusnya, kata majelis hakim, pada sidang pembacaan putusan 17 Oktober, tergugat menggunakan kata dan merek lain untuk produknya. Pasalnya, pendomplengan merek dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen, karena pembeli akan mengira produk tersebut merupakan produksi dari perusahaan yang sama.

Sebelumnya, PT Sucaco menuding pengusaha lokal Sudono Riady Ko telah beritikad tidak baik dan mendompleng keterkenalan merek Supreme, dengan mendaftarkan merek dagang tersebut untuk produk kabel produksinya.

Tidak puas

Kuasa hukum Sudono, Agil Azizi, menyatakan tidak puas dengan pertimbangan hukum yang disampaikan majelis hakim dalam putusannya. Dia menegaskan pihaknya akan mengajukan upaya hukum kasasi dalam waktu dekat "Putusan majelis hakim tidak fair," katanya, saat dihubungi Bisnis, kemarin.

Majelis hakim, ujarnya, hanya mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat, tanpa mempertimbangkan bukti yang diajukan pihaknya. Selain itu, lanjutnya, majelis hakim tidak mempertimbangkan sertifikat merek milik pihaknya yang telah terdaftar sejak 2002 dan justru mengabulkan gugatan pembatalan merek yang diajukan penggugat yang menurut tergugat baru mendaftarkan merek itu pada 27 Maret 2007.

PT Sucaco, katanya, memang telah mendaftarkan merek dagang miliknya pada 1971 Namun, pada saat Sudono mendaftarkan merek tersebut pada 2002, masa berlaku sertifikat merek PT Sucaco telah berakhir dan perusahaan itu tidak memperpanjang pendaftarannya.

Berdasarkan UU, sambungnya, merek yang sudah tidak diperpanjang dapat didaftarkan oleh pihak lain, sehingga, tambahnya, dalam hal ini justru seharusnya pihaknyalah yang mendapatkan perlindungan merek, bukannya PT Sucaco.

Salah satu kuasa hukum penggugat, Adidharma Wicaksono, menyebutkan pihaknya cukup puas dengan putusan tersebut karena dirinya menilai majelis hakim cukup jernih melihat duduk perkara yang sebenarnya. Adidharma mengakui bahwa perpanjangan merek milik pihaknya memang sempat tertunda beberapa tahun. Akan tetapi, jelasnya, keterlambatan pendaftaran itu bukan terjadi akibat keteledoran, melainkan karena adanya musibah banjir sehingga banyak dokumen milik perusahaan itu hilang. "Apalagi, produksi kabel milik klien kami tetap ada, tetap berproduksi, perusahaan ini tetap eksis," ujarnya, saat dihubungi Bisnis, kemarin.

Persengketaan antara kedua pihak berawal saat PT Sucaco menilai Sudono telah beriktikad tidak baik dengan membonceng keterkenalan nama perusahaan itu di Indonesia, dengan mendaftarkan merek dagang Supreme milik PT Sucaco yang terdaftar pada 1971. Pasalnya, menurut penggugat, ternyata diketahui dalam daftar umum merek telah terdaftar merek dan logo Supreme serta huruf Kanji untuk barang kelas 09 atas nama tergugat, No523662 pada 25 November 2002.

Padahal, klaim penggugat, pihaknya telah menggunakan dan mendaftarkan merek dan logo Supreme di Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Depkumham sejak 6 Desember 1971.

Hitachi Digugat Soal Rahasia Dagang

Bisnis Indonesia, Suwantin Oemar, 21 Oktober 2008

JAKARTA: PT Basuki Pratama Engineering mengajukan gugatan ganti rugi melalui Pengadilan Negeri Bekasi terhadap PT Hitachi Constructuin Machinery Indonesia sekitar Rp127 miliar, karena diduga melanggar rahasia dagang.

Selain PT Hitachi Construction Machinery Indonesia HCMI, pihak lain yang dijadikan sebagai tergugat dalam kasus itu adalah Shuji Sohma, dalam kapasitas sebagai mantan Dirut PT HCMI. Tergugat lainnya adalah Gunawan Setiadi Martono tergugat III, Calvin Jonathan Barus tergugat IV, Faozan tergugat V,Yoshapat Widiastanto tergugat VI, Agus Riyanto tergugat VII, Aries Sasangka Adi tergugat VIII, Muhammad Syukri tergugat IX, dan Roland Pakpahan tergugat X.

Insan Budi Maulana, kuasa hukum PT Basuki Pratama Engineering BPE, mengatakan sidang lanjutan dijadwalkan pada 28 November dengan agenda penetapan hakim mediasi. Menurut Insan, gugatan itu dilakukan sehubungan dengan pelanggaran rahasia dagang penggunaan metode produksi dan atau metode penjualan mesin boiler secara tanpa hak.

PT BPE bergerak dalam bidang produksi mesin-mesin industri, dengan produksi awal mesin pengering kayu.

Penggugat, katanya, adalah pemilik dan pemegang hak atas rahasia dagang metode produksi dan metode penjualan mesin boiler di Indonesia "Metode proses produksi itu sifatnya rahasia perusahaan," katanya.

Dia menjelaskan bahwa tergugat IV sampai dengan tergugat X adalah bekas karyawan PT BPE, tetapi ternyata sejak para tergugat tidak bekerja lagi di perusahaan, mereka telah bekerja di perusahaan tergugat PT HCMI.

Tergugat, katanya, sekitar tiga sampai dengan lima tahun lalu mulai memproduksi mesin boiler dan menggunakan metode produksi dan metode penjualan milik penggugat yang selama ini menjadi rahasia dagang PT BPE.

PT BPE, menurutnya, sangat keberatan dengan tindakan tergugat I baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama memproduksi mesin boiler dengan menggunakan metode produksi dan metode penjualan mesin boiler penggugat secara tanpa izin dan tanpa hak

Bayar ganti rugi

"Para tergugat wajib membayar ganti rugi immateriil dan materiil sekitar Rp127 miliar atas pelanggaran rahasia dagang mesin boiler".

Sebelumnya, PT BPE juga menggugat PT HCMI melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam kasus pelanggaran desain industri mesin boiler. Gugatan PT BPE itu dikabulkan oleh majelis hakim Namun, PT HCMI diketahui mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Sementara itu, kuasa hukum PT HCMI, Otto Hasibuan, mengatakan pengajuan gugatan pelanggaran rahasia dagang oleh PT BPE terhadap mantan-mantan karyawannya dan PT HCMI pada prinsipnya sama dengan pengaduan ataupun gugatan BPE sebelumnya.

Gugatan itu, menurut Otto Hasibuan, dalam pernyataannya yang diterima Bisnis, dilandasi oleh tuduhan BPE terhadap mantan karyawannya bahwa mereka telah mencuri rahasia dagang berupa metode produksi dan metode penjualan mesin boiler.

Padahal, ujarnya, mantan karyawan BPE yang memilih untuk pindah kerja hanya bermaksud untuk mencari dan mendapatkan penghidupan yang layak dan ketenteraman dalam bekerja, dan sama sekali tidak melakukan pelanggaran rahasia dagang ataupun peraturan perusahaan BPE.

Bahkan, menurutnya, karyawan itu telah banyak memberikan kontribusi terhadap BPE dalam mendesain mesin boiler.

Dia menjelaskan konstitusi dan hukum Indonesia, khususnya UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, telah memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi pekerja, termasuk hak untuk pindah kerja.

HCMI optimistis gugatan BPE tersebut tidak berdasar "HCMI percaya majelis hakim akan bersikap objektif, sehingga gugatan BPE tersebut akan ditolak," ujarnya

Mantan Pramugari Tuntut Sriwijaya Airlines Soal Hak Cipta

Bisnis Indonesia, Elvani Harifaningsih, 21 Oktober 2008

JAKARTA: PT Sriwijaya Airlines tengah menghadapi tuntutan hukum dari mantan pramugarinya, karena maskapai penerbangan swasta tersebut dituding enggan membayar royalti atas pemotretan untuk media promosi

Dalam gugatan yang dilayangkan mantan pramugari Sriwijaya, Ferorica, melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Sriwijaya dituntut membayar ganti rugi materiil Rp615 juta dan immateriil Rp2 miliar." Inti tuntutan kami, yaitu ganti rugi materiil dan immateriil Kami juga meminta agar tergugat mencabut fotofoto penggugat yang masih beredar," ujar Rachim A Tranggno, kuasa hukum penggugat, saat dihubungi Bisnis, kemarin.

Saat ini, persidangan kedua pihak telah bergulir di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Rabu pekan ini, persidangan dijadwalkan kembali berlangsung dengan agenda penyampaian duplik dari tergugat.

Hingga berita ini diturunkan Bisnis tidak berhasil mendapatkan komentar dari juru bicara Sriwijaya, Ricco Andika Dia mengaku tidak mengetahui mengenai duduk perkara masalah tersebut.

Rachim menyebutkan persengketaan kedua pihak berawal ketika Oktober 2006 Ferorica bersama dua rekannya melakukan sesi pemotretan, yang jika hasilnya dianggap bagus akan digunakan untuk kegiatan promosi maskapai penerbangan itu. Setelah pemotretan, dia mengaku tidak mendapatkan informasi dari pihak perusahaan apakah foto tersebut jadi digunakan untuk kegiatan promosi atau tidak. Ternyata, dia baru mengetahui fotofoto itu telah disebarluaskan untuk kepentingan promosi. Foto itu terpampang di tempat penjualan tiket dan biro perjalanan di hampir seluruh bandar udara di Indonesia Media promosi yang memajang foto Ferorica al standing banner, frequent flyer, time table, kalender, majalah penerbangan Sriwijaya Air Inflight Magazine, dan Majalah Inflight Shop.

Berselang dua bulan sejak pemotretan, pihak perusahaan memberikan surat yang intinya berisi pernyataan kesediaan Ferorica agar fotonya diterbitkan di seluruh materi promosi Sriwijaya Air, tanpa menuntut imbalan, honor, atau royalti atas pemuatan fotonya.



Kamis, Oktober 23, 2008

BSA Keluarkan 'Obat Penawar' Razia Nakal

Detikcom, Minggu, 10/08/2008 09:13 WIB
Ardhi Suryadhi - detikinet

Bandung - Razia software bajakan merupakan suatu momok bagi para perusahaan, meskipun perusahaan tersebut sudah menggunakan software legal. Namun kini, ada sertifikasi HKI yang dapat menjadi bukti bagi si perusahaan bahwa ia telah menggunakan software legal.

Program sertifikasi software komputer ini dikeluarkan oleh Business Software Alliance (BSA) dan bernama 'Piagam HKI' (Hak Kekayaan Intelektual). Tujuannya, khusus bagi pengguna akhir korporasi.

Donny A. Sheyoputra, perwakilan BSA Indonesia mengatakan, Piagam HKI ini adalah suatu program audit khusus software yang didukung oleh Kepolisian RI. Sehingga bisa menjadi bukti bahwa perusahaan yang memilikinya telah menggunakan software legal.

"Tujuan sertifikasi ini salah satunya adalah untuk memberikan rasa tenang bagi perusahaan dalam menjalankan usahanya karena ada support. Selain itu juga ada rasa aman dari para penegak hukum yang sewaktu-waktu dapat melakukan razia," ujarnya dalam konferensi pers di sela gathering BSA di Hotel G.H. Universal, Bandung, 9-10 Agustus 2008.

Terlebih, lanjut Donny, fungsinya juga bisa menghadang para polisi 'nakal' yang ingin melakukan razia. "Ketika mereka datang untuk mau razia, mereka sudah melihat piagam ini yang ada lambang Polri-nya, tentu akan memberi faktor psikologis tertentu," imbuhnya.

Pun demikian, baik BSA ataupun pihak kepolisian tak bisa menjamin jika setiap perusahaan yang telah terdaftar dalam sertifikasi ini telah 100 persen akan mempunyai kekebalan dari bentuk-bentuk upaya hukum yang dilakukan pihak yang berwenang.

Sebab menurut Kombespol Rycko Amelza Dahniel, Kanit I Indag, Dir. II Eksus Mabes Polri, bukan tidak mungkin ada 'keusilan' yang dilakukan dari para perusahaan yang telah memiliki piagam ini dengan menambahkan software 'bodong' setelah audit dilakukan.

Untuk itu, piagam ini hanya berlaku selama setahun dan dapat diperbaharui kembali dengan melakukan audit ulang. "Jadi bisa saja ada data yang tidak comply dengan yang ada di sertifikasi, tetapi piagam ini akan memudahkan pemeriksaan yang dilakukan kepolisian," tukas Rycko.

Cara dan Biaya

Untuk mendapatkan sertifikasi ini, perusahaan dapat mengisi formulir registrasi yang disediakan dan dikirimkan kepada konsultan hukum BSA, Soemadipradja & Taher. Selanjutnya audit akan dilakukan oleh tim software auditor yang ditunjuk BSA. "Audit ini khusus untuk penggunaan software yang dikeluarkan oleh anggota BSA, sedangkan pengawasan audit dilakukan oleh Soemadipradja & Taher," jelas Donny.

Biaya untuk ikut serta dalam program Piagam HKI tergantung dari jumlah komputer yang dimiliki perusahaan. Besarannya mulai dari US$ 50 untuk jumlah komputer dibawah 20 unit, hingga US$ 500 bagi perusahaan yang mempunyai komputer di atas 500 unit.

Pendaftaran dapat dilakukan melalui konsultan hukum BSA ataupun secara online di www.piagamhki.org.

Jumat, Oktober 17, 2008

AT&T Gugat Airbiquity Soal Paten

www.dgip.co.id, Kamis 25 September 2008

CALIFORNIA: AT&T Inc diketahui melayangkan gugatan terhadap Airbiquity Inc, karena perusahaan itu dituding melanggar paten peralatan navigasi personal yang terdaftar atas nama AT&T .

Dalam gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Federal Dallas pada 17 September 2008, Airbiquity dituding telah melanggar paten produk AqLink, aqFramework, aqServer IP, aqNav, dan VIAaq. Teknologi tersebut memungkinkan komunikasi suara antara pengendara kendaraan bermotor dan unit navigasi, memberikan informasi peta instan bersamaan dengan informasi jalan dan rambu-rambu lalu lintas, dan memberikan alternatif rute terbaik.

Dalam perkara ini, AT&T diwakili oleh Bryant C Boren Jr, Christopher W Kennerly, Kevin E Caldwell, dan Travis William Thomas dari kantor hukum Baker Botts. (Source: Media cetak)

Memangkas Proses dan Prosedut Pendaftaran Merek

Writer: Suwantin Oemar,13 oktober 2008

Bila kelompok usaha kecil dan menengah UKM ditanya bagaimana komentar mereka terhadap proses dan prosedur pendaftaran merek, maka jawaban yang muncul adalah "prosesnya lama dan biaya besar"

"Di pikiran pengusaha kecil, pendaftaran merek sama dengan mendaftarkan izin usaha. Yang ada di dalam pikiran mereka adalah pendaftaran itu lama, biayanya pun besar," kata Sudarmanto, Ketua Asosiasi Pengelola Kekayaan Intelektual/Aspeki.

Sudarmanto tahu persis keluhan yang dialami oleh pengusaha kecil berkaitan dengan pendaftaran hak atas kekayaan intelektual karena dia sering membantu UKM mendaftarkan hak atas kekayaan intelektual, seperti merek, hak cipta, desain industri, dan lain-lain. "Jika ada rencana pemerintah untuk memangkas proses dan prosedur pendaftaran merek, maka hal itu pantas didukung," ujarnya.

Keluhan yang sering dilontarkan UKM selama ini adalah soal biaya pendaftaran dan prosesnya lama, padahal tidak semuanya demikian. "Biaya pendaftaran HaKI akan terasa besar bila UKM menggunakan jasa konsultan Biaya resmi pendaftaran cuma Rp450000 ditambah biaya searching Rp125000," katanya.

Sudarmanto mengakui biaya pendaftaran merek melalui konsultan HaKI bisa lebih mahal, minimal bisa mencapai Rp 3 juta "Bila pemohon berasal dari luar Jawa, maka bisa lebih mahal dari itu," katanya.
Selama itu, katanya, bila melakukan searching merek, maka pemohon mengajukan permintaan ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual "Jika searching bisa melalui Internet, maka saya yakin akan menguntungkan pengusaha, terutama para UKM untuk mendaftarkan mereknya," ujarnya. Searching diperlukan untuk mengetahui apakah merek yang akan didaftarkan itu memiliki persamaan atau sama dengan merek orang lain yang sudah lebih dahulu terdaftar. Bila dalam searching itu ditemukan ada kesamaan dengan merek yang sudah terdaftar, maka pemohon bisa menarik dan membatalkan rencananya mendaftarkan merek yang sudah dipersiapkan.

Pangkas prosedur

Pemerintah diketahui akan memangkas prosedur dan proses pendaftaran merek dagang guna meningkatkan pelayanan kepada para pengusaha mendaftarkan merek. Penyederhanaan itu didasarkan atas pertimbangan bahwa pendaftaran merek terkesan rumit, lama dan berbelit-belit. Kesan seperti itu tampaknya akan dihilangkan, sehingga pemerintah membuat langkah maju dengan melakukan perbaikan guna mendorong pertumbuhan pendaftaran merek.

Rencana perbaikan dilakukan dengan mengamendemen terlebih dahulu Undang Undang Merek. Pemerintah kini masih membahas revisi UU Merek. Sesuai UU dengan Merek, waktu proses pendaftaran merek sampai terbit sertifikat dibutuhkan waktu 14 bulan 10 hari. Bahkan, dalam praktiknya jangka waktu itu lebih lama dari aturan yang sudah digariskan dalam UU. "Dengan adanya amendemen terhadap UU Merek, maka total waktu proses pendafaran merek itu nantinya dipangkas menjadi 11 bulan," kata Didik Taryadi, Kasubdit hukum pelayanan merek Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM pada satu acara belum lama ini.

Amendemen undang-undang itu, ujarnya, juga bertujuan melakukan penyederhanaan terhadap proses dan prosedur pendaftaran merek. Didik menjelaskan permohonan pendaftaran merek untuk mendapatkan filing date akan disederhanakan, cukup dengan mengisi formulir, melampirkan etiket/gambar merek dan membayar biaya. Selain itu, ujarnya, khusus permohonan pepanjangan pendaftaran merek juga disederhanakan "Pemilik merek diberi waktu enam bulan sebelum dan enam bulan sesudah merek itu habis masa berlakunya". Kelonggaran itu dimaksudkan memberikan keleluasaan bagi pemilik merek memperpanjang pendaftaran mereknya.

Masa berlaku perlindungan terhadap merek terdaftar berlangsung selama 10 tahun, kemudian bisa diperpanjang kembali untuk 10 tahun berikutnya dan begitu seterusnya. Penyederhanaan pendaftaran merek itu juga dikaitkan dengan rencana Indonesia bergabung dengan Protokol Madrid "UU Merek kita harus selaras dengan ketentuan Protokol Madrid," ujar Didik.

Untung rugi

Keikutsertaan Indonesia masuk Protokol Madrid ada untung dan ruginya Ruginya, peranan konsultan HaKI akan berkurang dan banyak merek asing akan terdaftar di dalam negeri. Keuntungan masuk Protokol Madrid, pengusaha tidak perlu lagi mendaftarkan mereknya ke setiap negara di luar negeri, cukup satu permohonan diajukan melalui Direktorat Merek, maka perlindungan hukumnya bisa berlaku untuk banyak negara. "Protokol Madrid ini mendorong merek lokal untuk ke pasar global"

Sementara itu, Aspeki mendukung upaya pemerintah menyederhanakan prosedur pendafaran merek dagang dan mengusulkan supaya searching penelusuran merek bisa dilakukan melalui Internet. Menurut Sudarmanto, pemerintah boleh saja cepat melakukan proses pendaftaran merek, tetapi dia mengingatkan harus tetap sesuai dengan ketentuan TRIP''s Trade related aspects of intellectual property. Dia mengakui bahwa proses dan prosedur pendaftaran merek di UKM sangat lama dan membutuhkan biaya besar "UKM juga beranggapan bahwa biaya pendaftaran merek itu sangat mahal, padahal tidak demikian Mahal itu relatif lah," ujarnya.

Rencana pemerintah melakukan penyederhanaan proses dan prosedur pendaftaran itu merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam membenahi sistem HaKI di dalam negeri.

Oleh Suwantin OemarWartawan Bisnis Indonesia

Pelantikan Pejabat Eselon II di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

Sumber: Ditjen HKI, Oktober 17, 2008

Pelantikan Pejabat Eselon II di lingkungan Departemen Hukum dan HAM berlangsung pada tanggal 9 September 2008 bertempat di Graha Pengayoman Departemen hukum dan HAM Jakarta.

Perubahan jabatan struktural Pejabat Eselon II Ditjen HKI: Sekretaris Ditjen HKI yang selama ini dijabat oleh Herdwiyatmi, SH diganti oleh pejabat baru Soemardi Partoredjo, SH.,MH. (sebelumnya menjabat Direktur Paten).Sedangkan Herdwiyatmi, SH diangkat menjadi Direktur Merek.

Ir Razilu yang sebelumnya menjabat Kepala Divisi Administrasi Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Jawa Tengah diangkat menjadi Direktur Paten.

Drs. Mohammad Adri, SH (sebelumnya Kabag Penyusunan Program dan Laporan) mendapat promosi dan menjabat Kepala Divisi Administrasi Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sulawesi Tenggara.

PT Auto Performa digeledah soal dugaan pelanggaran paten

Bisnis Indonesia Harian, 17 Oktober 2008

JAKARTA: Tim gabungan penyidik Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM menggeledah show room mobil PT Auto Performa terkait dengan dugaan pelanggaran paten produk karet pelindung peredam kejut mobil.
Penggeledahan di Pertokoan Cordoba, Pantai Indah Kapuk dipimpin langsung oleh Kepala seksi
penyidikan dan litigasi paten Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Salmon Pardede pada Rabu sore. Tim berhasil menyita produk karet pelindung peredam kejut mobil yang diduga ilegal. Barang sitaan tersebut diamankan oleh tim penyidik yang dibantu oleh aparat dari Polda Metro Jaya untuk diproses secara hukum di pengadilan.

Menurut Salmon Pardede, desain dan komposisi produk yang diperdagangkan di seluruh Indonesia oleh Jimmy Bachtiar, selaku pemilik PT Auto Performa, serupa dengan hasil inovasi Hendry Yogiaman dan Andi Lesmana Sendjaja yang telah didaftarkan di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual sejak 8 Desember 2006. Penggeledahan itu, lanjutnya, dilakukan atas dasar adanya laporan dari para pihak pemilik paten desain industri produk karet pelindung peredam kejut mobil, bahwa di pasaran lokal banyak beredar secara ilegal hasil inovasinya.

"Sebelum kami melakukan penyitaan, terlebih dahulu meneliti produk yang diduga ilegal. Ternyata sama persis, baik komposisi maupun desain pada produk buatan para pelapor," ungkap Salmon kepada pers seusai penyitaan. Dia menjelaskan dugaan sementara Jimmy Bachtiar melanggar pasal 131 UU No.14/2001 tentang Paten, yakni membuat, menggunakan, menjual dan mengimpor tanpa izin suatu produk yang sudah didaftarkan di dalam negeri. "Jika terbukti melanggar, sanksi hukumannya 2 tahun penjara dan atau denda sebesar Rp250 juta," katanya.

Salmon mengingatkan bahwa ancaman pasal 131 UU Paten juga dapat menjerat agen dan penjual/pengecer produk yang dianggap melanggar hukum tersebut. "Selain produsen dan distributornya, agen ataupun penjualnya bisa dihukum dengan ancaman yang sama. Setelah tindakan ini, berikutnya kami akan menyita produk tersebut ke berbagai daerah," ungkapnya. Di dalam patitum laporan kejadian No. PPNS/LK-03/P/HKI/2008 tertanggal 12 September 2008 yang ditandanganinya disebutkan ada 10 lokasi sasaran penggeledahan dan penyitaan antara lain di Jakarta, Yogyakarta, Samarinda, Bandung, Riau, dan Surabaya.
"Meskipun hanya pedagang, mereka bisa dijadikan tersangka melanggar Pasal 131 UU Paten. Tekad kami, produk inovasi pelapor yang telah didaftarkan harus dilindungi UU," kata Salmon.

Karet pelindung peredam kejut kendaraan roda empat itu, menurutnya, telah didaftarkan Hendry Yogiaman maupun Andi Lesmana Sendjaja pada 8 Desember 2006. Produk itu ditetapkan sebagai predikat sertifikat paten sederhana pada 14 Desember 2007 oleh Direktur Paten Azmi Dahlan dengan nomor ID0000770S. "Sebelum kami mengeluarkan sertifikat itu, terlebih dahulu melakukan reservasi desain industri ke berbagai negara. Ternyata, baik komposisi dan desainnya murni inovasi mereka [Hendry dan Andi]," jelasnya.

Rugikan negara

Sementara itu, Haposan Hutagalung, kuasa hukum pelapor, mengatakan perbuatan tersebut bukan hanya merugikan kliennya saja, melainkan juga negara dari sektor pajak. "Anak bangsa yang menemukan inovasi desain industri tersebut. Kasihan dong mereka, susah payah berkreasi, lalu orang lain yang mengambil keuntungannya," kata Haposan. Kasus ini, lanjutnya, akan diproses secara hukum di pengadilan sebagai peringatan bagi pelaku lainnya, bahwa perbuatan itu melanggar hukum.

Jimmy Bachtiar, pemilik PT Auto Perform, menjelaskan bahwa dirinya tidak mengetahui produk tersebut sudah terdaftar di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. "Saya impor dari China dua bulan belakangan ini, dan tidak tahu ada produk sejenis buatan lokal yang sudah dipatenkan. Kalau tahu, ya saya tidak mungkin mengambilnya dari China," kata Jimmy kepada Bisnis seusai menandatangani berita acara penyitaan di kantornya.
Menurut dia, pihaknya bukan satu-satunya importir produk sejenis. "Ada beberapa perusahaan yang mengimpor dari Thailand, Taiwan, Korsel, dan China." (sinano@bisnis.co.id)
Oleh S. HadysusantoBisnis Indonesia

Jumat, September 26, 2008

Surat Kabar Belgia Gugat Komisi Eropa

www.bisnis.com, 26 September 2008

BRUSSELS: Pengadilan diminta memerintahkan Komisi Eropa untuk memindahkan link berita dari dua situs atau membayar denda 1 juta euro (US$1,5 juta) per hari jika tidak melaksanakan perintah tersebut.

Hal itu diungkapkan kelompok surat kabar Belgia dalam tuntutan yang disampaikan melalui pengadilan Brussels, terkait dengan perkara pelanggaran undang-undang hak cipta Belgia.
Surat kabar Belgia berbahasa Prancis tengah melayangkan gugatan terhadap eksekutif Uni Eropa, karena telah memposting link dan menampilkan artikel milik penggugat pada dua situs. Situs yang menawarkan layanan mirip Google News itu, menurut penggugat, telah melanggar undang-undang hak cipta Belgia.

Komisi Eropa, klaim penggugat, seharusnya mengetahui kalau tindakan tersebut ilegal dan komisi tersebut tidak dapat mengambil informasi yang bersangkutan tanpa persetujuan dari penggugat. (Bloomberg/elh)

Merek Sederhana yang Tak Sederhana

Trust, 1-7 September 2008

Dua pengusaha warung makan asala Minang berebut nama dagang "Sederhana". Anehnya, masing-masing mengaku memiliki sertifikat dari Dirjen HaKI.

Pengelola rumah makan Sederhana Bintaro belakangan ini tengah berharap-harap cemas. Kecemasan ini bukan disebabkan oleh melambungnya berbagai harga bahan makanan. Kamis pekan ini, majelis hakim akan menjatuhkan putusan yang diajukan Bustaman, Tak tanggung-tanggung, laki-laki pemilik restauran "Sederhana" itu menuntut ganti rugi Rp. 5 Miliar plus larangan menggunakan kata "Sederhana" sebagai nama dagang.

Benar,tuntutan yang diajukan oleh Bustaman melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat itu terkait dengan perebutan merek "Sederhana". Dia beralasan bahwa nama dagang itu telah didaftarkannya ke Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual sejak tahun 1997. Tiba-tiba, muncul merek serupa yang digunakan oleh pengelola rumah masakan Padang asal Bintaro, Jakarta.

Menurut Bustaman, bukan hanya tulisan, huruf, dan warna merek saja yang sama, namun bentuk bangunan rumah makan pesaingnya itu juga mirip dengan miliknya. Apalagi, rumah makan Sederhana Bintaro belakangan gerainya terus bertambah banyak.

Sebenarnya kedua pihak bukannya tak mencoba mencari penyelesaian secara damai. Namun, upaya itu tidak pernah membuahkan hasil. Buntutnya, sengketa itu pun bergulir ke meja hijau. "Tergugat telah melanggar hak eksklusif pemilik merekyang dilindungi undang-undang," demikian Bustaman dalam gugatannya.

Senjata yang diusung Bustaman adalah Pasal 3 Undang-undang tentang Merek (UU No. 15 Tahun 2001). Di sana dikatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Tentu saja tudingan itu dibantah oleh pengelola rumah makan Sederhana Bintaro. Melalui kuasa hukumnya, Adi Warman, pelaku usaha bersikukuh bahwa dirinya berhak untuk menggunakan merek yang disengketakan itu. Alasannya, dia juga sudah mengantongi sertifikat yang dikeluarkan oleh Dirjen HaKI pada 13 Maret 2003.

Karena itu, menurut Adi Warman, mestinya tidak ada yang harus dipermasalahkan dalam kasus ini. Apalagi, saksi dari Dirjen HaKI yang dihadirkan dalam persidangan mengatakan bahwa merek yang dimiliki oleh dua pelaku usaha itu berbeda.

Jika menengok ke belakang, dua orang pemilik rumah makan itu sebenarnya pernah bekerja sama. Mereka sama-sama berjuang membesarkan warung masakan Padang. Namun, pada tahun 2001 keduanya tak lagi seiring sejalan. Bustaman mengembangkan usahanya hingga memiliki 70 buah gerai, yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagian besar (40 gerai) terletak di daerha Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Pengelola Sederhana Bintaro pun melakukan hal yang sama.

Terlepas dari itu, sengketa perebutan merek warung yang menjual masakan padang bukan kali ini saja terjadi. Tiga tahun silam Pengadilan Niaga Jakarta Pusat juga pernah mengadili perkara pembatalan merek rumah makan Sari Bundo. Ketika itu, Azwari Rivai dan Rahimi Sutan, pemilik rumah makan padang di jalan Ir. H. Juanda, jakarta Pusat, menggugat mantan pegawainya, Anwar Sutan Rajo Nan Sati yang diam-diam mendaftarkan merek Sari Bundo atas nama dirinya.

Ujung-ujungnya, Anwar Sutan Rajo Nan Sati dinyatakan tak berhak untuk memiliki merek Sari Bundo. Sertifikat merek atas nama Anwar yang tercatat di Dirjen HaKI pun akhirnya dicoret. Akankah pengelola rumah makan Sederhana Bintaro akan menerima nasib serupa?

Hari Puttar memenangi gugatan lawan Harry Potter

www.bisnis.com, 26 September 2008

MUMBAI: Menyingkirlah Harry Potter. Beri jalan untuk Hari Puttar. Hari Puttar direncanakan tayang di bioskop di India mulai pekan ini, setelah pengadilan negara itu menolak gugatan Warner Bros yang menyatakan nama yang digunakan terlalu mirip dengan serial Harry Potter.
Keputusan pengadilan India kemarin menyatakan orang yang telah menonton film Harry Potter dan membaca bukunya, tentu tahu perbedaan antara tokoh penyihir cilik dengan film Punjabi India Hari Puttar-sebuah komedi tentang teror.

Sang produser, Mirchi Movies, mengatakan film Puttar tidak ada kemiripan dengan penyihir laki-laki tersebut. Hari adalah nama umum di India dan dalam bahasa Hindi berarti Tuhan, sementara 'puttar' adalah anak laki-laki Punjabi. "Tentu saja senang bisa memenangkan kasus ini. Kami berharap kasus ini tidak mengganggu pemasaran peluncuran film," kata Munish Purii, kepala eksekutif Mirchi mengatakan kepada the Associated Press, Selasa.

Juru bicara Warner Bros De-borah Lincoln menyatakan sedang meninjau ulang keputusan tersebut. "Kami membawa hasil laporan ini karena percaya kalau judul dan pemasaran film ter- gugat melanggar hak intelektual kami," ujar Lincoln melalui e-mail. Lincoln juga menambahkan kalau produser film Hari Puttar ingin membingungkan konsumen dan mengambil untung dari brand Harry Potter yang sudah terkenal dan dicintai banyak orang.

Hari Puttar bukanlah cerita tentang sulap, tapi kisah mengenai anak laki-laki India dan sepupunya yang terlupakan di rumah di Inggris ketika keluarganya pindah. Plot film ini lebih mirip dengan film Home Alone. Dalam film, Hari Puttar, 10, harus menjaga chip computer ayahnya yang merupakan seorang ilmuwan dari para pencuri kikuk, sementara orang tuanya pergi.

Purii mengatakan Hari Puttar akan diluncurkan di seluruh India pada Jumat dan secara global bulan depan. (m01)

Sabtu, September 13, 2008

Dituding Jiplak Motif Perak, Perajin Bali Dituntut 2 Tahun Penjara

Gede Suardana - detikNews, www.detik.com, 12 September 2008

Denpasar - Demo seratusan perajin perak Bali ke DPRD Bali karena keresahan yang melanda setelah rekan mereka digugat ke pengadilan. Perajin yang dimejahijaukan itu adalah Ketut Deny Aryasa. Oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Deny dituntut 2 tahun dan denda Rp 5 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa menuduhnya menjiplak motif yang telah dipatenkan PT Karya Tangan Indah (KTI) milik John Hardy, pengusaha asal AS.Menurut adik Deny, Pande Nyoman Sudiartana, abangnya saat ini menjalani tahanan rumah terkait kasus itu. Sebelumnya Deny juga sempat ditahan di Lapas Kerobokan, Denpasar, selama 40 hari."Motif yang dituduh dijiplak adalah motif Kali dan motif Fleur (dari bahasa Prancis yang artinya bunga)," kata Sandy, panggilan Sudiartana, di sela-sela aksi demo 100-an perajin perak Bali di depan gedung DPRD Bali, Denpasar, Jumat (12/9/2008).

Menurut laporan PT KTI, motif Fleur diciptakan oleh Guy Rainier Gabriel Bedarida. Pemegang hak ciptanya adalah PT Karya Tangan Indah milik John Hardy."Motif Bunga (Fleur) adalah motif Bali. Bagaimana mungkin penciptanya adalah orang Prancis, nama motif Prancis, tapi karyanya adalah motif Bali. Kami perajinBali tidak pernah mematenkan karya orang Bali. Tapi mengapa mereka yang mematenkan?" gugatnya.Dia mempertanyakan, mengapa motif Fleur bisa menjadi hak cipta orang asing yang disahkan oleh pemerintah Indonesia yaitu Direktorat Hak Cipta Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang Ditjen HAKI Depkum tanggal 19 April 2006.(nrl/gah) -->

John Hardy Tak Pernah Klaim Motif Tradisional Bali

Nurul Hidayati - detikNews, www.detik.com, 12 September 2008

Jakarta - PT Karya Tangan Indah (KTI), produsen perhiasan handmade berkelas untuk John Hardy Group menyangkal mengklaim motif perak Bali. Tuduhan itu dianggap menyesatkan.

Dalam keterangan tertulisnya pada detikcom, KTI menyatakan, tuduhan klaim itu dilontarkan dalam kaitan proses pidana yang tengah berjalan dengan terdakwa Deny Aryasa, mantan karyawan PT KTI. Deny menghadapi proses pidana atas dugaan pelanggaran hak cipta atas desain hak milik Joh Hardy Group."Desain yang dipermasalahkan bukan berasal dari motif-motif tradisional milik masyarakat Bali, namun merupakan desain milik John Hardy Group yang unik dan dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Dirjen Haki.

PT KTI dan John Hardy Group tidak pernah mengakui kepemilikan terhadap motif tradisional Bali," ujar PT KTI, Jumat (12/9/2008).Dijelaskan pula, PT KTI telah menjalankan usahanya selama 20 tahun dan secara langsung atau tidak langsung telah menciptakan langan kerja bagi 1.500 orang di Bali."Kami prihatin dengan adanya membelokkan masalah ini di luar konteks yang ada," demikian PT KTI.(nrl/gah) -->

Dituduh Jiplak Motif Perak Bali, Deny Aryasa: Kok Copyright Saya Tidak Diakui di Indonesia?

Gede Suardana - detikNews, www.detik.com, 12 September 2008

Jakarta - Dua tahun penjara mengancam Deny Aryasa, perajin perak Bali. Perusahaan milik John Hardy, pengusaha besar asal AS, menuduhnya menjiplak motif perak yang telah dipatenkan. Karena kasus ini, Deny pernah mendekam di tahanan Lapas Kerobokan selama 40 hari.

Saat ini kasusnya telah bergulir di pengadilan dan dia dikenai tahanan rumah. Jaksa telah menuntutnya hukuman penjara 2 tahun kurungan.Berikut petikan wawancara detikcom dengan Deny Aryasa lewat telepon, Jumat (11/9/2008):

Bagaimana ceritanya Anda bisa dipenjara?
Saya dipenjara dengan alasan John Hardy punya sertifikat resmi berupa batik perak yang diberi nama Fleur atau Flower, dalam bahasa Indonesia artinya bunga, yang diciptakan oleh Guy Rainier, warga negara Prancis. Apa masuk akal motif Bali yang sangat keras sekali, ada kuping guling, ukel-ukelan dan lain-lain itu buatan Prancis? Itu adalah suatu komposisi yang ada di pura-pura dan arsitektur Bali. Kalau bicara tentang motif Bali ya pakemnya memang begitu-begitu saja. Dan John Hardy sudah mengakui motif saya sebagai motif dia.Bagaimana tanggapan Anda? Saya heran dengan kasus saya. Dia (John Hardy) hanya punya motif 2 dimensi berupa gambar, melawan barang saya yang 3 dimensi. Kok dia yang dimenangkan? Kata teman-teman saya di luar negeri, saya telah memecahkan rekor kasus copyright teraneh di planet ini. Pelanggaran copyright seharusnya produknya persis. Ini dia dua dimensi saya tiga dimensi.

Apakah Anda pernah mematenkan produk Anda?
Saya sudah punya copyright untuk produk saya di Amerika sejak tahun 2005. Dia baru tahun 2006. Kok copyright saya yang diakui di Amerika tidak diakui di Indonesia? Masa sih nggak bangga dengan hasil karya anak bangsa sendiri yang telah membawa nama Indonesia ke luar negeri?

Kenapa tidak dipatenkan di Indonesia?
Karena saya tidak dilaporin (ke pengadilan) di Indonesia. Orang Indonesia sukanya emas, bukan perak. Saya tidak berpikir orang Indonesia mau melaporkan saya.

Apakah kasus serupa pernah menimpa orang lain?
Pernah. John Hardy menggunakan hak patennya untuk memojokkan lawan-lawan bisnisnya di Amerika. Misalnya Kaphy Kamay. Dia pernah digugat oleh John Hardy di pengadilan AS pada 2005 karena menggunakan dot motive. Padahal dot motive itu nama lain dari motif jawan keplak di Bali. Contoh lain banyak sekali. Coba Anda cari di google saja.(gds/nrl) -->

Rabu, September 10, 2008

Pengadilan Tak Konsisten Kasus Lontar

Bisnis Indonesia, 26 Agustus 2008

JAKARTA: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinilai tidak konsisten dalam menilai kepentingan umum, terkait dengan penerbitan buku Antalogi Drama Indonesia yang dilakukan oleh Yayasan Lontar.

Hal itu diungkapkan salah satu kuasa hukum Adila, Bimo Prasetio, terkait dengan putusan PN Jakpus yang memvonis bersalah mantan Executive Director Yayasan Lontar, Adila Suwarmo Soepeno, karena telah melakukan pelanggaran UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta.

Bimo mengatakan dalam persidangan perkara tindak pidana pelanggaran hak cipta tersebut, telah terungkap bahwa penerbitan buku Antalogi Drama Indonesia adalah untuk keperluan pendidikan dan penelitian dunia seni dan sastra Indonesia.

Kendati demikian, praktisi hukum dari kantor Adnan Buyung Nasution & Partners ini mengungkapkan pihaknya menghormati putusan majelis hakim dan masih mempertimbangkan upaya hukum yang ada.

Pekan lalu, dalam sidang pembacaan putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Heru Pramono, Adila divonis bersalah dan dijatuhi hukuman enam bulan penjara, dengan masa percobaan selama delapan bulan.

Prosedur Pendaftaran Merek Akan Dipangkas

Bisnis Indonesia Harian, 10 September 2008 oleh Suwantin Oemar

JAKARTA: Pemerintah akan memangkas prosedur dan proses pendaftaran merek dagang guna meningkatkan pelayanan kepada para pengusaha mendaftarkan merek.

Didik Taryadi, Kasubdit Pelayanan Hukum Direktorat Merk Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, mengemukakan selama ini terkesan pendaftaran merek rumit, lama, dan berbelit-belit. "Pemerintah akan menyederhanakan proses dan prosedur pendaftaran merek, sehingga prosesnya bisa lebih cepat,"kata Didik, pada acara Ramadhan Gathering, yang diselenggarakan oleh Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) di Jakarta kemarin.

Dia mengatakan bahwa sesuai dengan undang undang yang berlaku sekarang total waktu proses pendaftaran merek selama 14 bulan 10 hari, tapi kenyataannya dalam praktek juag bisa lebih dari ketentuan itu. "Dengan adanya amendemen terhadap UU Merek, maka total waktu proses pendafaran merek itu nantinya dipangkas menjadi 11 bulan,"katanya.

Pemerintah, ujarnya, saat ini melakukan amendemen terhadap UU Merek (UU No.15/2001) karena masih ada yang belum sesuai dengan ketentuan konvensi internasional. Amendemen undang undang itu, ujarnya, juga bertujuan melakukan penyederhanaan terhadap proses dan prosedur pendaftaran merek. "Draf amendemen UU itu sedang disusun,"katanya. Didik menjelaskan bahwa permohonan pendaftaran merek untuk mendapatkan filling date akan disederhanakan, cukup dengan mengisi formulir, melampirkan etiket/gambar merek dan membayar biaya. Selain itu, ujarnya, khusus permohonan pepanjangan pendafaaran merek juga disederhanakan. "Pemilik merek diberi waktu enam bulan sebelum dan enam bulan sesudah merek itu habis masa berlakunya."

MIAP menduga bahwa akhir-akhir ini modus pelanggaran merek telah bergerak memasuki tingkat canggih. "Modus pelanggaran ini cenderung lebih banyak dilakukan oleh kalangan pengusaha yang cukup kredibel dan bukan dari golongan pengusaha kelas rumahan atau UKM," kata Widyaretna Buenastuti, Ketua MIAP. (suwantin.oemar@bisnis.co.id)

Selasa, September 02, 2008

PT Sucaco Gugat Merek SUPREME Milik Sudono Riady

Bisnis.com, 2 September 2008

JAKARTA: PT Supreme Cable Manufacturing Corporation Tbk (PT Sucaco Tbk) diketahui melayangkan gugatan pemba-talan merek dagang dan logo Supreme yang terdaftar atas nama seorang pengusaha lokal.

Dalam gugatan yang dilayangkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, PT Sucaco menuding pengusaha lokal Sudono Riady Ko telah beritikad tidak baik dan mendompleng keterkenalan nama Su- preme, dengan mendaftarkan merek dagang tersebut untuk produk kabel produksinya. "Merek Supreme milik tergugat sama pada pokoknya dengan milik penggugat. Sehingga, hal itu akan membingungkan masyarakat, apalagi dari segi harga bedanya juga tidak terlalu berbeda jauh," ujar Adidharma Wicaksono, salah satu kuasa hukum penggugat, kemarin.
Padahal, klaimnya, pihaknya telah menggunakan dan mendaftarkan merek dan logo Supreme di Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Depkumham sejak 6 Desember 1971, untuk produk-produk yang termasuk dalam kelas 09.
Barang yang termasuk dalam kelas 09 a.l. kabel listrik tegangan rendah, kabel listrik tegangan tinggi, kabel dasar laut, kabel listrik untuk bandar udara, kawat dinamo, dan kabel serat optik.
Selain itu, klaim penggugat, pihaknya telah mendaftarkan kembali merek dagang dan logo Supreme untuk barang kelas 09 dan 17 a.l. kabel listrik, kabel telepon, kabel dinamo/trafo, dan lembaran melanin. Pendaftaran, dilakukan 27 Agustus 1983.
Penggugat juga mengklaim telah mendaftarkan kembali merek dan logo Supreme untuk barang sejenis kabel aluminium untuk listrik dan telepon, kabel dinamo, dan trafo, pada 22 Maret 1990.
Salah satu kuasa hukum tergugat, Agil Azizi, tidak berkomentar banyak mengenai gugatan pembatalan merek itu. Akan tetapi, dia menyebutkan tidak ada dasar hukum bagi penggugat untuk mengajukan gugatan pembatalan merek dagang dan logo Supreme. "Tidak ada dasar hukum untuk dibatalkan karena sertifikat kita sudah didaftarkan di Direktorat Merek Ditjen HKI Depkumham pada 25 November 2002," ucapnya, seusai sidang yang digelar di Pengadilan Niaga Jakpus, kemarin.

Persengketaan antara kedua pihak berawal saat PT Sucaco menilai Sudono telah beriktikad tidak baik dengan membonceng keterkenalan nama perusahaan itu di Indonesia, dengan mendaftarkan merek dagang Supreme milik PT Sucaco yang terdaftar sejak 1971. Pasalnya, menurut penggugat, ternyata diketahui dalam Daftar Umum Merek telah terdaftar merek dan logo Supreme serta huruf Kanji untuk barang kelas 09 atas nama tergugat, No.523662 pada 25 November 2002.

Mengingat penggugat melihat adanya persamaan pada pokoknya pada merek dagang tersebut dan karena pihaknya mengklaim sebagai pemilik pertama merek itu, penggugat akhirnya mengajukan pembatalan merek melalui Pengadilan Niaga Jakpus. (ELH)
Oleh Elvani HarifaningsihBisnis Indonesia

The Garden Menang Dalam Perkara Merek Pop-Pan

Bisnis.com, 2 September 2008

JAKARTA: Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan The Garden Company Limited terhadap PT Serena Indopangan Industri, terkait dengan perkara penghapusan pendaftaran merek makanan Pop-Pan.

Dalam sidang pembacaan putusan, pekan lalu, majelis hakim memerintahkan penghapusan merek dagang Pop-Pan milik PT Serena Indopangan yang telah terdaftar di Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Depkumham, sejak 23 Maret 1993. Pihak The Garden Company, kata majelis hakim, dapat membuktikan dalil gugatannya, yang menyebutkan bahwa merek dagang Pop-Pan milik PT Serena Indopangan tidak beredar atau diperdagangkan di wilayah hukum Indonesia.

Berdasarkan ketentuan UU Merek (UU No.15/2001), merek yang dilindungi adalah merek yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa di Indonesia. PT Serena Indopangan tidak berhasil membuktikan dalil bantahannya sebelumnya yang menyebutkan produknya itu khusus dipasarkan untuk keperluan ekspor.

Salah satu kuasa hukum PT Serena Indopa-ngan, Febriana, menyebutkan pihaknya belum dapat memastikan apakah akan mengajukan upaya hukum kasasi atau tidak atas putusan Pengadilan Niaga Jakpus tersebut. "Saya belum dapat pastikan, karena belum dapat sinyal dari klien [Serena Indopangan]. Nanti kita akan tinjau dulu setelah dapat salinan putusan dan kita pelajari pertimbangan hukumnya bagaimana," katanya, saat dihubungi Bisnis, kemarin.

Sementara itu, salah satu kuasa hukum The Garden Company, Ali Imron, menyebutkan pihaknya menyambut positif putusan tersebut, mengingat semua dalil gugatan pihaknya dika-bulkan oleh majelis hakim. Sebelumnya, The Garden Company mengajukan gugatan penghapusan merek makanan Pop-Pan milik PT Serena Indopangan. Pasalnya, The Garden Company mengklaim pihaknya sebagai perusahaan pengolah dan pemasar berbagai jenis makanan dengan merek dagang Pop-Pan, yang terdaftar di beberapa negara.

Persengketaan berawal ketika The Garden Company ingin mendaftarkan merek dagangnya di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Depkumham pada 2007. Namun, merek Pop-Pan ternyata sudah lebih dahulu tercatat atas nama PT Se-rena Indopangan, sejak Maret 1993. Bahkan, perusahaan itu juga sudah melakukan perpan- jangan merek pada Februari 2003. Upaya The Garden Company untuk mendaftarkan mereknya di Indonesia tidak berhenti sampai di situ. The Garden memakai jasa satu perusahaan untuk meneliti keberadaan perdagangan barang merek Pop-Pan milik PT Serena Indopangan.

Hasil survei

Berdasarkan hasil survei, ternyata tidak ditemukan produk Pop-Pan milik PT Serena Indopangan yang dipasarkan di wilayah hukum Republik Indonesia. Selain survei, The Garden Company juga mendatangi BPOM. Akan tetapi, klaim pihak The Garden, ternyata merek dagang milik PT Serena Indopangan tidak terdaftar di BPOM, yang dinyatakan dalam surat Direktur Penilaian Keamanan Pangan BPOM.

Di lain pihak, dalam persidangan PT Serena Indopangan menyangkal tudingan The Garden Company yang menyebutkan perusahaan itu tidak pernah menggunakan merek makanan Pop-Pan atau tidak menggunakannya selama tiga tahun berturut-turut sejak tanggal pemakaian terakhir. Dalam persidangan di hadapan majelis hakim, pihak PT Serena Indopangan berkukuh bahwa tidak benar jika pihaknya tidak pernah menggunakan merek Pop-Pan No. Daftar 530179 tanggal 21 Februari 2003 (perpanjangan dari No. Daftar 290438 tanggal 23 Maret 1993) atau tidak menggunakannya selama tiga tahun berturut-turut.

Perusahaan itu juga menegaskan produk Pop-Pan masih diproduksi dan diperdagangkan khusus untuk keperluan ekspor, sehingga pihaknya beranggapan bahwa tidak perlu izin dari BPOM.

(elvani@bisnis.co.id)
Oleh Elvani Harifaningsih Bisnis Indonesia

Senin, September 01, 2008

Digugat Harry Potter, Hari Puttar Tak Gentar

Kompas.com, 1 September 2008

BOLLYWOOD, SENIN - Gugatan yang dilayangkan pihak Warner Bros terhadap film produksi Bollywood yang dituding telah melakukan plagiat, tak membuat rumah produksi yang bermarkas di India, Mirchi Movies gentar. Ia bersikukuh bahwa film berjudul Hari Puttar - A Comedy of Terrors tak menyalahi aturan hak cipta dari the Harry Potter.

Toh, menurut pihak Mirchi Movies, film yang mengisahkan petualangan seorang bocah India berusia 10 tahun itu, tak punya kesamaan karakter dengan tokoh rekaan J.K Rowling dalam bukunya itu. "Film kami tak memiliki kemiripan dengan film Hollywood Harry Potter dan ini benar-benar cerita yang sangat berbeda. Tak ada hubungannya antara Harry Potter dan Hari Puttar," kata Munish Purii salah satu produser Mirchi Movies.

Namun lain halnya dengan pihak Warner Bros. Pihak mereka justru menyakini betul bahwa film Hari Puttar memiliki kesamaan dari karakter judul. Karenanya, mereka melayangkan gugatan kepada pihak pengadilan tinggi Bombay untuk menghadang film Harri Puttar agar tak diputar di sejumlah bioskop di luar negeri, awal September ini. "Bagaimana pun Warner Bros. sangat menghargai hal-hal yang terkait dengan masalah hak intelektual," kata juru bicara Warner Bros, Deborah Lincoln.

Hari Puttar, yang diperankan Zain Khan, berkisah tentang seorang anak muda yang ditinggalkan sendirian di rumah oleh orang tuanya yang tengah berlibur. Ia kemudian berusaha melumpuhkan sekelompok kawanan perampok yang mencoba melakukan pencurian di rumahnya. Ketimbang mirip Harry Potter, tulis seorang pengamat film, justru mirip film Home Alone, yang dibintangi Macaulay Culkin. (imdb/EH)

Kamis, Agustus 28, 2008

MGA dihukum US$100 juta

Bisnis Indonesia 28 Agustus 2008

LOS ANGELES: MGA Entertainment Inc dihukum membayar ganti rugi US$100 juta pada Mattel Inc, produsen mainan terbesar dunia, terkait dengan gugatan pelanggaran hak paten dan pelanggaran kontrak yang dilayangkan perusahaan itu terhadap MGA.

Sebelumnya, Mattel menuding MGA melanggar hak paten dan pelanggaran kontrak, karena produk boneka merek Bratz milik MGA diproduksi dengan membajak mantan karyawan Mattel, yang merupakan desainer mainan itu.

Dalam gugatannya, Mattel meminta pengadilan untuk menghukum MGA membayar ganti rugi yang nilainya mencapai US$1 miliar. Akan tetapi, majelis hakim hanya mengabulkan US$100 juta. Majelis hakim pengadilan federal Riverside, California, menyebutkan boneka Bratz milik MGA yang mulai dipasarkan pada 2001, memiliki kesamaan dengan desain boneka Barbie, yang dirancang mantan karyawan Mattel tersebut. (Bloomberg/elh)

Kantor Paten Terima 3 Permohonan Untuk Diteruskan ke WIPO

Oleh Suwantin Oemar, Bisnis Indonesia 28 Agustus 2008

JAKARTA: Direktorat Paten selama tahun ini (sampai Agustus) diketahui menerima tiga permohonan paten dari inventor (penemu) dalam negeri untuk diteruskan ke Biro Internasional WIPO di Jenewa, Swiss guna mencari perlindungan hukum atas temuan mereka di luar negeri.
Elizar Darmanto, Kasi administrasi dan pelayanan teknis Direktorat Paten Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, mengemukakan bahwa permohonan itu diajukan oleh inventor perorangan dan perusahaan. "Permohonan itu diajukan melalui konsultan HaKI," katanya kepada Bisnis kemarin.

Dia menjelaskan bahwa pihaknya sebagai receiving office hanya menerima permohonan untuk diteruskan ke Biro Internasional World Intellectual Property Organization (WIPO), sedangkan pemeriksaan dilakukan di Jenewa.

Menurut data WIPO, pada tahun lalu tercatat sebanyak sembilan pemilik paten asal Indonesia mengajukan permohonan melalui Patent Cooperation Treaty (PCT) di Jenewa, Swiss. WIPO telah merancang satu sistem global untuk memfasilitasi anggotanya mendapatkan perlindungan paten di banyak negara melalui PCT. Indonesia meratifikasi PCT pada tahun 1997 melalui keputusan presiden, sehingga inventor dari Indonesia bisa mencari paten internasional di banyak negara melalui WIPO.

Elizar mengemukakan bahwa Direktorat Paten memungut biaya administrasi Rp500.000, sedangkan besar biaya perlindungan bergantung pada setiap negara yang dituju. "Saya tidak tahu berapa persisnya biaya yang dikeluarkan untuk proses sampai terbitnya sertifikat paten. Semua itu ada hitung-hitungannya yang ditetapkan oleh WIPO,"ujarnya.

Sementara itu Sumardi Partoredjo, Direktur Paten Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, mengatakan bahwa mencari perlindungan paten secara internasional melalui PCT lebih praktis dan biayanya relatif lebih murah bila dibandingkan inventor datang sendiri ke negara asing-masing. "Inventor bebas memilih untuk mencari perlindungan patennya di luar negeri apakah melalui PCT atau langsung ke tiap-tiap negara yang diinginkan," katanya kepada Bisnis. Jika pemohon menginginkan perlindungan patennya hanya di satu negara, misalnya Jepang, pemohon bisa saja langsung ke negara itu. Artinya, perlindungan atas patennya hanya di Jepang.

Dia memberi contoh seorang mahasiswa S3 Indonesia yang belajar di Jepang, kemudian menemukan hal yang baru di bidang teknologi, maka dia bisa saja langsung mendaftarkannya di Jepang, tak mesti ke Indonesia. Konsekuensinya, jelas Sumardi, bila tidak didaftarkan di Indonesia, maka patennya itu tidak dilindungi di dalam negeri, perlindungan hanya ada di Jepang.

Melihat potensi

Menurut dia, permohonan paten ke luar negeri tersebut bergantung kepada inventor itu sendiri. "Bila inventor itu melihat potensi patennya ada di Jepang atau Eropa, dia mendaftarkannya di negara itu,"ujarnya. Dia mengakui permohonan paten dari dalam negeri untuk mencari perlindungan hukum ke luar negeri masih sedikit."Temuan dari dalam negeri kebanyakan paten sederhana, mungkin mereka melihat belum perlu didaftarkan di luar negeri,"ujarnya.

Sebelumnya Sudarmanto, Ketua Asosiasi pengelola kekayaan intelektual (Aspeki) menilai kecilnya jumlah permohonan paten asal Indonesia melalui PCT karena ketidaktahuan orang Indonesia terhadap fasilitas itu. "Sosialisasi fasilitas PCT kepada orang Indonesia masih kurang, sehingga para inventor belum mengetahui langkah-langkah dan bagaimana caranya mendaftarkan paten melalui PCT," ujarnya.