Senin, November 17, 2008

Par digugat agar tak jual Treximet

http://www.bisnis.com/, 17 November 2008


WASHINGTON: Pozen Inc diketahui melayangkan gugatan terhadap Par Pharmaceutical Cos melalui Pengadilan Texas, guna mencegah perusahaan itu menjual versi generik dari obat migrain Treximet.
Saat ini, Par tengah mengajukan permohonan Badan Obat dan Makanan (FDA), agar mendapatkan persetujuan untuk menjual kopi dari obat tersebut. Sehingga, Pozen meminta agar pengadilan menghalangi pengesahan tersebut, sampai paten obat itu berakhir.
Pozen menuding kopi dari obat itu melanggar dua paten yang akan berakhir pada 2017 dan 2025.
Obat itu dijual oleh rekanan Pozen, GlaxoSmithKline Plc, yang merupakan produsen obat-obatan terbesar kedua dunia. Akhir bulan lalu, Pozen menyebutkan pihaknya mengharapkan royalti antara US$1,6 juta dan US$2,6 juta dari obat tersebut. (Bloomberg/elh)

Kamis, November 06, 2008

Gugatan Naco Smart Dikabulkan

www.bisnis.com, 6 November 2008

JAKARTA: Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan pembatalan merek dagang NACO dan logo yang dilayangkan Naco Smart Sdn Bhd terhadap pengusaha lokal, Minardi Wiguna.

Dalam sidang putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Reno Listowo di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, kemarin, Naco Smart berhasil membuktikan dalil-dalil gugatannya yang menyatakan tergugat telah beriktikad tidak baik dengan mendaftarkan merek dagang NACO dan logo atas namanya pribadi.

Sebelumnya, Naco Smart, perusahaan asal Malaysia yang memproduksi dan memperdagangkan makanan, susu, dan kapsul kesehatan, melayangkan gugatan terhadap Minardi, terkait dengan pendaftaran merek dagang NACO dan logo.

Dalam gugatan itu, Naco Smart menuding Minardi telah beriktikad tidak baik karena mendaftarkan merek dagang NACO dan logo atas nama pribadi di Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM.

"Kami meminta kepada majelis hakim agar membatalkan merek dagang NACO yang terdaftar atas nama tergugat," ujar Turman M. Panggabean, salah satu kuasa hukum penggugat, sebelum sidang pembacaan putusan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, kemarin.

Turman menyebutkan Naco Smart merupakan pemilik dan pemegang hak atas merek dagang NACO dan logo yang telah terdaftar di negara asalnya, Malaysia, yakni melalui Perbadanan Harta Intelek Malaysia (Intellectual Property Corporation of Malaysia), untuk kelas barang 05, pada 14 April 2004.

Akan tetapi, sambungnya, dia mengaku pihaknya mengetahui bahwa tergugat mendaftarkan merek dagang NACO dan logo atas namanya pribadi pada 14 Maret 2006.

Pendaftaran merek dagang dan logo atas nama tergugat itu, katanya, jelas didasari dengan iktikad tidak baik.

Sebelumnya, tergugat menyebutkan dirinya memiliki iktikad baik dalam mendaftarkan merek dagang itu.

Tergugat juga diketahui mengajukan gugatan balik (rekonpensi) terhadap penggugat. Dalam rekonpensi, tergugat menuntut agar penggugat membayar ganti rugi immateriil Rp1 miliar.(Oleh Elvani Harifaningsih)

Rabu, November 05, 2008

Pihak beperkara sama-sama kasasi soal pelanggaran paten

Bisnis Indonesia, 27 Oktober 2008

JAKARTA: Dua pihak yang bersengketa dalam kasus paten alat pengering merek Nordic dan Super Dry menolak atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung

Kedua belah pihak itu adalah PT Super Dry Indonesia penggugat serta PT Indonesian Container Desiccant tergugat I dan Lars Mikael Lang Thorden tergugat II

Mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam rangka memperbaiki isi putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Dalam memori kasasi tergugat I dan II, yang disampaikan lewat kantor hukum Iman Sjahputra kepada Mahkamah Agung barubaru ini ditegaskan putusan Pengadilan Niaga Jakpus salah dalam menerapkan dalil hukum

Menurut para tergugat, alat pengering merek Nordic produksinya merupakan pengembangan dari produk sejenis merek Super Dry milik penggugat

Hal itu, lanjut kasasi para tergugat, dapat dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium bahwa kandungan formula antara dua produk tersebut berbeda

"Kandungan Caci, Ash Content, Moisture Content dan Calsium di produk Nordic di antaranya 37,61%, 62,37%, 0,19% dan 44,42%, sedangkan pada Super Dry 28,06%, 46,41%, 7,33% dan 3,12%," ungkap tergugat I dan II dalam kasasi

Dengan begitu, lanjut para tergugat, tidak ada satu pun pasal UU No14/2001 tentang Paten yang dilanggar produsen Nordic Justru produk tersebut merupakan pengembangan dari Super Dry

Kasasi para tergugat juga menyesali dalil hukum Pengadilan Niaga Jakpus, yang hanya mempertimbangkan keterangan saksisaki dari penggugat, sementara buktibukti dan uraian saksisaksi yang diajukan tergugat I dan II di persidangan diabaikan

Dengan begitu, tulis kasasi para tergugat, putusan itu bersifat tidak adil dan kurang berimbang sehingga dalil putusan tersebut patut dibatalkan oleh Mahkamah Agung

Melawan hukum

Sementara itu, dalil kasasi penggugat yang disampaikan kantor hukum Suryomurcito & Co menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan para tergugat adalah perbuatan melawan hukum, atau sebagaimana putusan Pengadilan Niaga Jakpus

Secara tanpa izin, ungkap kasasi penggugat, tergugat I dan II terbukti telah mengedarkan, menjual dan memproduksi alat penyerap kelembapan merek Nordic yang memiliki kesamaan dengan Super Dry yang telah mendapat paten No ID 0019714 dari Dirjen Paten Depkumham

Menurut penggugat, jika mengacu kepada Pasal 16 jo pasal 18 UU Paten, seharusnya Pengadilan Niaga Jakpus mengabulkan tuntutan ganti rugi

Akan tetapi pada kenyataannya, dalil putusan beralasan kalau tergugat II merupakan inventor dan pemegang saham, sehingga tuntutan itu tidak dikabulkan Pengadilan Niaga Jakpus

Padahal, sebut penggugat, sesuai dengan bukti yang terungkap di persidangan para tergugat telah melakukan transaksi penjualan pada Februari 2005 hingga Desember 2007

Kepada majelis hakim kasasi Mahkamah Agung penggugat pada memori kasasi meminta agar mengabulkan tuntutan ganti rugi, yakni membayar material senilai US$1,3 juta dan immaterial US$1 juta

Pada persidangan putusan Pengadilan Niaga Jakpus sebelumnya, majelis hakim pimpinan Makassau memerintahkan para tergugat agar menghentikan kegiatan produksi, menjual dan mengekspor Nordic karena produk itu melanggar UU Paten

Majelis menilai tidak etis jika tergugat II Lars Mikael Lang Thorden harus membayar ganti rugi karena dia salah satu inventor dan pemegang saham (S Hadysusanto)

Dua Pengusaha Berseteru Soal Merek Serba Cantik

www.bisnis.com, 5 November 2008

JAKARTA: Dua pengusaha interior asal India kini berseteru di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, terkait dengan penggunaan merek toko Serba Cantik.

Khisin L. Nandwani, pengusaha yang mengklaim diri sebagai pemilik dan pemakai pertama merek Serba Cantik untuk toko yang menjual karpet, gorden, dan pakaian jadi itu, menggugat Prem L. Bharwani.

Khisin menuding Prem L Bharwani telah beriktikad tidak baik mendaftarkan merek yang sama, yaitu Serba Cantik, di Direktorat Merek Departemen hukum dan HAM.

Selain menggugat Prem, Khisin juga melibatkan Pemerintah RI c.q. Departemen Hukum dan HAM c.q. Ditjen Hak Kekayaan Intelektual c.q. Direktorat Merek, sebagai tergugat II. Gugatan itu telah didaftarkan 15 Agustus 2008.

Dalam gugatannya, Khisin meminta majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyatakan dirinya sebagai satu-satunya pemilik yang sah dari merek Serba Cantik, serta memerintahkan pembatalan merek Serba Cantik yang terdaftar atas nama Prem.

Dia juga juga menyebutkan bahwa pendaftaran merek toko Serba Cantik atas nama Prem dilakukan dengan dasar iktikad tidak baik.

Pasalnya, menurut penggugat, tergugat I jelas-jelas melakukan tindakan meniru atau menjiplak merek yang diklaim telah identik sejak lama dengan diri penggugat.

Punya toko

Sekadar informasi, tergugat I juga mempunyai toko interior yang menjual barang-barang seperti gorden, karpet, dan wallpaper, di kawasan yang sama dengan penggugat. Selama ini, tergugat I lebih identik dengan nama toko Serba Antik.

"Taktik dan strategi tergugat I jelas-jelas mengindikasikan upaya tergugat I untuk mematikan bisnis penggugat dan sekaligus untuk memperoleh keuntungan dengan mudah," tulis penggugat, dalam materi gugatannya.

Saat ini, proses pemeriksaan perkara antara kedua pihak telah bergulir di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sidang antara kedua pihak rencananya dilanjutkan pada pekan depan.

Sementara itu, kuasa hukum Prem, Andi F. Simangunsong, menyebutkan pendaftaran merek Serba Cantik atas nama kliennya merupakan salah satu upaya untuk melindungi diri dari kemungkinan terkecohnya konsumen atas kemiripan merek Serba Antik miliknya dan Serba Cantik yang digunakan penggugat.

"Ini [mendaftarkan merek Serba Cantik yang digunakan Khisin atas nama Prem] adalah dalam rangka shadow protection [untuk melindungi diri dari kemungkinan terkecohnya konsumen atas kemiripan merek]," ujarnya, belum lama ini.

Praktisi dari kantor hukum Hotma Sitompoel & Associates menyebutkan penggugat bukanlah pemilik merek Serba Cantik.

Khisin, katanya, mengajukan permohonan pendaftaran merek Serba Cantik di Direktorat Merek Departemen Hukum dan HAM.

Akan tetapi, sambungnya, permohonan pendaftaran untuk kelas barang 24 dan kelas jasa 35 yang dilakukan Khisin itu ditolak dan saat ini Khisin dalam proses banding pada Komisi Banding Merek.

Prem memang terdaftar sebagai pemilik merek Serba Cantik di Direktorat Merek. Merek itu terdaftar untuk kelas 24 dan kelas 35, yakni pada 4 Mei 2005 dan 11 Juli 2008.

Perseteruan antara kedua pihak berawal ketika Khisin yang mengklaim diri sebagai pemilik dan pemakai pertama merek Serba Cantik, secara terus-menerus sejak lebih dari 20 tahun lalu, menuding Prem telah beriktikad tidak baik dengan mendaftarkan merek yang sama atas namanya, pada 2005.

Khisin menuding Prem telah melanggar ketentuan Pasal 4 UU No. 15/2001 tentang Merek. Dalam pasal itu disebutkan merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemilik merek yang beriktikad tidak baik. (Oleh Elvani Harifaningsih)

Selasa, November 04, 2008

EMI Indonesia Digugat Masalah Hak Cipta

Bisnis Indonesia, 10 Oktober 2008, Oleh Elvani Harifaningsih

JAKARTA: PT EMI Indonesiaperusahaan rekamanmenghadapi tuntutan hukum yang dilayangkan oleh seorang musisi dan pencipta lagu, atas dugaan pelanggaran hak cipta

Kohar Kahler, musisi dan pencipta lagu, menuding perusahaan itu telah memperbanyak lagu ciptaannya, tanpa izin dirinya sebagai pemegang hak cipta Gugatan itu dilayangkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Dalam gugatannya, Kohar menuntut EMI Indonesia untuk menghentikan kegiatan peredaran lagulagu karyanya antara lain lagu Tiada Lagi dan Hilang yang dinyanyikan penyanyi Mayang Sari

Selain itu, Kohar juga menuntut EMI Indonesia untuk membayar ganti rugi Rp599,062 juta, yang merupakan ganti rugi materiil dan immateriil yang diklaim Kohar telah dideritanya karena kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan sebagai pencipta lagu

Kemarin, sidang di antara kedua belah pihak kembali digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Akan tetapi, majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut menunda sidang hingga 5 November 2008

Sementara itu, Managing Director EMI Indonesia Arnel Affandi, menepis tudingan Kohar bahwa perusahaan rekaman tersebut telah memproduksi lagu ciptaan Kohar tanpa izin darinya

EMI Indonesia, katanya, tidak pernah berhubungan secara langsung dengan Kohar Dia menyebutkan EMI Indonesia membeli master yang sudah jadi dari satu perusahaan, yang telah menyelesaikan kewajibannya dengan Kohar

Dia menyebutkan penggugat sepertinya telah salah melayangkan gugatan terhadap pihaknya

Akan tetapi, sambungnya, karena telah memasuki proses persidangan, pihaknya akan mengikuti persidangan itu dan meminta waktu kepada majelis untuk menyerahkan buktibukti dokumen mengenai pembelian master dari perusahaan lain itu

Persengketaan antar kedua pihak berawal dari Kohar merasa haknya sebagai pemegang hak cipta telah dilanggar oleh perusahaan rekaman tersebut Dia menuding EMI Indonesia telah memperbanyak lagu ciptaannya tanpa izin darinya

EMI Indonesia, menurut Kohar, telah memperbanyak lagu Tiada Lagi dan Hilang yang dinyanyikan Mayang Sari, tanpa meminta izin darinya

Tindakan itu, klaim Kohar, telah dilakukan EMI Indonesia sepanjang 2006 hingga 2007 Lagu itu beredar luas di masyarakat dalam bentuk kepingan VCD

Lagu-lagu tersebut, menurut Kohar, al terdapat dalam album Best of The Best Mayang Sari 2006, 20 Lagulagu Terbaik Mayang Sari 2000 2006, dan Album Alda Mayang Fitri 2007.

Senin, November 03, 2008

Merek food supplement dipersoalkan

Bisnis Indonesia, 3 November 2008


JAKARTA: Keberatan terhadap pendaftaran beberapa merek food supplement sejenis yang sudah didaftarkan sebelumnya, PT High Desert Indonesia mengajukan gugatan pembatalan merek kepada PT Harmoni Dinamika Indonesia.


Proses persidangan gugatan yang diajukan PT High Desert Indonesia pada 26 September 2008 ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, memasuki acara jawaban PT Harmoni Dinamika Indonesia selaku tergugat, dan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dirjen Haki-Depkumham) sebagai turut tergugat.

Dalam gugatan yang diajukan kantor hukum Iman Sjahputra & Partners selaku kuasa hukum PT High Desert Indonesia disebutkan bahwa merek produk food supplement seperti Pollenergy (tablet), Bee Propolis (tablet), Bee Propolis (kapsul), Royal Jelly, dan Pollenergy (kapsul) sudah terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan (BPOM-Depkes) sejak Mei 1990.

"Sejak 1990 hingga sekarang penggugat telah memasarkan produk-produk itu di Indonesia," papar Heri Harjandono mewakili kuasa hukum di hadapan majelis hakim yang diketuai Reno Listowo.

Namun, lanjutnya, sejak 1994 sampai sekarang tergugat ternyata memasarkan produk serupa. Bahkan, selain mendaftarkan ke BPOM-Depkes, tergugat mendaftarkan juga ke Dirjen Haki dan mendapat nomor pendaftaran.

Lisensi Merek Cap Kaki Tiga Digugat

Bisnis Indonesia,3 November 2008

JAKARTA: PT Tiga Sinar Mestika, selaku substitusi dari perusahaan asal Singapura Wen Ken Drug Co Pte Ltd, menggugat PT Sinde Budi Sentosa, produsen Cap Kaki Tiga, melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terkait dengan perkara lisensi.
Dalam gugatannya, Tiga Sinar Mestika meminta Pengadilan memerintahkan Sinde Budi Sentosa menghentikan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk dengan merek Cap Kaki Tiga yang a.l. berupa produk larutan penyegar, balsem, puyer sakit kepala, obat kurap, dan salep kulit.

Penggugat menuntut dua macam ganti rugi materiil. Pertama, kerugian materiil yang terkait dengan pembayaran royalti oleh tergugat kepada penggugat sejumlah 1% dari penjualan tergugat per tahun terhitung sejak 1978.

Kedua, kerugian material terkait dengan upaya penghilangan logo Kaki Tiga, sejumlah S$1 juta per tahun, terhitung dari 2000. Nilai S$1 juta ini diklaim setara dengan biaya promosi produk Cap Kaki Tiga.

Selain ganti rugi materiil, penggugat juga menuntut dua macam ganti rugi immateriil. Pertama, immateriil S$100 juta, terkait dengan upaya penghilangan logo Cap Kaki Tiga, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat.

Kedua, immateriil S$100 juta, terkait dengan kegiatan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk-produk dengan menggunakan merek Cap Kaki Tiga secara tidak sah dan tanpa hak, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat.

Saat ini, sidang antara kedua pihak mulai bergulir di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pada sidang pekan lalu, persidangan telah dilanjutkan kembali dengan agenda penyerahan jawaban dari pihak tergugat atas gugatan penggugat.

Dalam gugatan yang terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 22 September 2008, penggugat menyebutkan pihaknya telah menggunakan merek Cap Kaki Tiga di Singapura sejak 1937, dan merek tersebut diklaim telah terkenal di dunia internasional hingga saat ini.

Penggugat (Wen Ken) dan tergugat (Sinde Budi Sentosa), menurut penggugat, menjalin kerja sama untuk memproduksi, menjual, memasarkan, dan mendistribusikan produk dengan menggunakan merek Cap Kaki Tiga.

Hubungan kekeluargaan

Wen Ken mengklaim kerja sama yang terjadi dengan Sinde Budi Sentosa adalah didasarkan pada hubungan kekeluargaan, sehingga tidak pernah dibuat dan ditandatangani Perjanjian Lisensi secara tertulis.

Perusahaan asal Singapura itu juga mengklaim Sinde Budi Sentosa tidak membayar royalti secara kontinu, tidak menyampaikan laporan produksi dan atau penjualan produk yang menggunakan merek Cap Kaki Tiga, serta menghilangkan gambar atau logo Kaki Tiga dari kemasan produk Cap Kaki Tiga.

Sejak 2000, menurut penggugat, pihaknya berupaya untuk membahas masalah pembuatan suatu perjanjian lisensi.

Mengingat perundingan tidak mencapai titik temu, pada Maret 2008 penggugat mengumumkan pemberitahuan di media massa bahwa pihaknya tidak mempunyai hubungan kerja sama lagi dengan tergugat.

Lalu, penggugat juga mengumumkan bahwa pihaknya telah menunjuk PT Tiga Sinar Mestika, guna melindungi kepentingan dan haknya atas merek Cap Kaki Tiga di Indonesia, dan dalam rangka kelanjutan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk Cap Kaki Tiga.

Sementara itu, kuasa hukum tergugat, Andi F. Simangunsong, menyebutkan pihaknya merupakan satu-satunya penerima lisensi atas merek Cap Kaki Tiga untuk wilayah Indonesia, sejak 1978.

Pemberian lisensi merek Cap Kaki Tiga itu, menurutnya, dilakukan secara sah dan tertulis yang dibuat dan ditandatangani oleh kedua pihak, yang a.l. intinya pemberian lisensi untuk memproduksi dan memasarkan, serta mengatur pengurusan pendaftaran merek dan hak cipta di Indonesia.

Lagipula, katanya, reputasi merek Cap Kaki Tiga hingga menjadi suatu merek dagang yang terkenal di Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari upaya-upaya yang dilakukan pihaknya selama ini. (Oleh Elvani Harifaningsih)