Jumat, Februari 27, 2009

Albrigth digugat soal hak cipta

Bisnis Indonesia, 27 Februari 2009

PENNSYLVANIA: Michael Hunt Stolbach, salah satu artis yang menciptakan simbol pita merah AIDS, menggugat salah satu universitas yang berbasis di Pennsylvania, terkait dengan pelanggaran hak cipta.
Albrigth College, universitas yang berbasis di Reading, Pennsylvania, dituding melanggar hak cipta terkait dengan potongan slogan "We the People, We the Gay People of the United States".

Stolback menciptakan potongan slogan itu pada 1991 sebagai respons terhadap epidemik AIDS. (BLOOMBERG/ELH)

Target dituntut masalah paten

Bisnis Indonesia, 27 Februari 2009

VIRGINIA: Target Corp diketahui tengah menghadapi tuntutan hukum di pengadilan yang dilayangkan oleh Spring & Associates LLC, karena dituding melakukan pelanggaran paten.
Dalam gugatan yang diajukan melalui Pengadilan di Virginia, Spring & Associates menuding Target melanggar paten D581,628 S, yaitu paten yang melindungi pola pakaian dalam.

Paten tersebut, menurut penggugat dalam gugatannya, dikeluarkan pada Desember 2008, yang terdaftar atas nama April Lynn Spring dari Boca Raton, Florida. (BLOOMBERG/ ELH)

RI Kecewa Masuk Prioritas Watch List - Jerih Payah Pemerintah Tidak Dianggap

Bisnis Indonesia, 27 Februari 2009

JAKARTA: Pemerintah Indonesia menyatakan kecewa terhadap sikap International Intellectual Property Alliance (IIPA) yang merekomendasikan kepada USTR supaya Indonesia masuk dalam priority watch list.
"Saya kecewa berat. Jerih payah kita selama ini tidak dianggap," tegas Andy N. Sommeng, Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM kepada Bisnis kemarin menanggapi rekomedasi IIPA itu.

Dia menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia akan membuat laporan dan menyampaikan perkembangan terbaru kepada Perwakilan Dagang AS (United States Trade Representative/USTR) berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI), termasuk hak cipta di dalam negeri.

Pemerintah, kata Andy, yang juga sekretaris Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), sudah melakukan banyak kemajuan di bidang penegakan hukum dan pembenahan HaKI.

Sebelumnya IIPA merekomendasikan kepada USTR supaya menempatkan Indonesia dalam priority watch list, mengingat masih tingginya tingkat pembajakan hak cipta di dalam negeri.

Sementara itu, Arry Ardanta Sigit, Direktur Hak Cipta Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, ketika dihubungi Bisnis mengatakan bahwa tekanan dunia internasional, khususnya AS, terhadap Indonesia berkaitan dengan HaKI kini semakin kuat. "Mereka mintanya macam-macam. Padahal, pemerintah sudah melakukan banyak perbaikan di bidang HaKI, Dulu mereka fokus kepada peredaan optical disc bajakan, kini beralih ke farmasi," katanya.

Arry mengemukakan bahwa usulan penempatan Indonesia dalam priority watch list tersebut memang menimbulkan penafsiran bahwa masalah HaKI masih buruk.

"Ini [priority watch list] lebih kepada citra Indonesia di mata dunia internasional. Dulu kita sudah dianggap baik, tapi sekarang kok buruk lagi," katantya.

Pada 2007, USTR menempatkan Indonesia dalam level watch list. Artinya, posisi Indonesia cukup baik berkaitan dengan HaKI.

Arry juga tidak mengerti mengapa ada usulan kepada USTR supaya Indonesia masuk ke dalam priority watch list. "Rasanya pemerintah sudah berbuat banyak, tapi mereka [USTR[ kurang mengerti juga bahwa penegak hukum sudah bekerja dengan baik."

Hal itu, katanya, bisa dilihat dari banyak razia yang dilakukan oleh polisi terhadap pengecer VCD,CD ataupun software ilegal dan sudah banyak pelakunya dihukum.

Timnas HaKI, tegasnya, selalu melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk menegakkan hukum di bidang HaKI. "Koordinasi dengan instansi terkait sudah berjalan dengan baik," kata Arry.

Sementara itu, Justisiari P Kusumah, Sekjen Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) mengemukakan bahwa pemerintah hendaknya mempertanyakan apa dasar IIPA menempatkan Indonesia di priority watch list.

"Data apa yang dipakai oleh IIPA. Kita hendaknya juga memiliki data untuk menantang data yang dikemukakan IIPA," kata Justisiari.

Menurut pengamatannya, ada kemajuan di beberapa bidang berkaitan dengan hak cipta. "Saya tidak punya banyak data, tapi pengamatan saya di lapangan ada kemajuan," kata Justisiari, yang juga praktisi hukum. (suwantin.oemar@bisnis.co. id)

SAP & ORACLE Gagal Sepakat

Bisnis Indonesia, 26 Februari 2009

CALIFORNIA: SAP AG, produsen software pengelolaan bisnis terbesar dunia, gagal mencapai kesepakatan guna menyelesaikan gugatan pelanggaran hak cipta yang diajukan Oracle Corp.
Sebelumnya, Oracle mengajukan gugatan terhadap SAP dengan menuding perusahaan tersebut melanggar hak cipta, yakni dengan mencuri kode software milik Oracle. Gugatan itu berujung dengan tuntutan ganti rugi US$1 miliar.

Berdasarkan pengumuman pengadilan, mediasi antara SAP dan Oracle berakhir tanpa adanya kesepakatan damai. (BLOOMBERG/ Elh)

Selasa, Februari 24, 2009

Permohonan Paten dari Swedia Meningkat 12,5%

Bisnis Indonesia, 24 Februari 2009

JAKARTA: Jumlah permohonan paten secara internasional dari Swedia melalui biro internasional World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss pada tahun lalu meningkat sekitar 12,5%.
Menurut data WIPO, pada 2008, permohonan paten internasional dari negara itu diperkirakan mencapai 4.114, meningkat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebanyak 3.657.

Swedia menempati urutan kesembilan pemohon paten terbanyak di dunia melalui WIPO, sedangkan posisi teratas pada tahun lalu masih ditempati oleh AS, diikuti oleh Jepang dan Jerman pada posisi ketiga.

WIPO telah merancang satu system permohonan paten secara internasional bagi anggota Patent Cooperation Treaty (PCT) . Dengan system PCT, pemohon cukup hanya mengajukan satu permohonan yang ditujukan melalui biro internasional guna mencari paten di banyak negara anggota PCT. (Bisnis/su)

Jumlah permohonan paten dari Swedia melalui WIPO (2004-2008)
2004 2.851
2005 2.883
2006 3.316
2007 3.657
2008* 4.114
Sumber: WIPO

Serba Cantik versi Prem Kalah

Bisnis Indonesia, 24 Februari 2009

JAKARTA: Pengadilan Niaga Jakarta Pusat diketahui membatalkan pendaftaran merek toko interior Serba Cantik yang terdaftar atas nama salah satu pengusaha interior asal India, Prem L. Bharwani.
Sebelumnya, dua pengusaha interior asal India yaitu Khisin L Nandwani dan Prem L Bharwani berseteru di pengadilan terkait dengan penggunaan merek toko Serba Cantik.

Khisin L. Nandwani, mengklaim diri sebagai pemilik dan pemakai pertama merek Serba Cantik untuk toko yang menjual karpet, gorden, dan pakaian jadi, menggugat Prem L. Bharwani.

Dalam gugatannya, Khisin menuding Prem telah beriktikad tidak baik dalam mendaftarkan merek yang sama, yaitu Serba Cantik, di Direktorat Merek Departemen Hukum dan HAM.

Sekadar informasi, tergugat juga mempunyai toko interior yang menjual barang-barang seperti gorden, karpet, dan wallpaper, di kawasan yang sama dengan penggugat. Selama ini, tergugat lebih identik dengan nama toko Serba Antik.

Dalam salinan putusan yang Bisnis peroleh, kemarin, majelis hakim yang dipimpin Lexsy Mamonto menyatakan penggugat terbukti telah menggunakan merek Serba Cantik sejak 1991, digunakan secara terus-menerus, serta telah pernah didaftarkan atas kelas 24, 35, serta beberapa nomor lainnya.

Majelis hakim, dalam putusannya itu, menolak dalil tergugat yang menyatakan bahwa penggunaan merek Serba Cantik adalah dalam upaya shadow protection atas merek Serba Antik milik tergugat.

Dalam UU No.15/2001 tentang Merek, menurut majelis hakim, tidak dikenal istilah shadow protection.

Istilah ini, kata majelis hakim, dikembangkan dalam praktik untuk melindungi merek-merek terkenal agar terlindungi dari penggunaan/ pendaftaran oleh orang lain atas merek yang mirip atau hampir sama dengan merek terkenal itu.

"[Namun] majelis hakim tidak menemukan adanya suatu bukti tentang pendaftaran merek Serba Antik di negara lain selain Indonesia, sehingga dengan demikian majelis hakim berpendapat bahwa merek Serba Antik milik tergugat bukanlah merupakan merek terkenal," mengutip dari salinan putusan itu.

Sementara itu, kuasa hukum tergugat pada perkara di pengadilan tingkat pertama, Andi F. Simangunsong, mengaku perkara ini sudah tidak ditangani oleh Kantor Hukum Hotma Sitompoel & Associates, untuk di tingkat kasasi di MA.

"Khusus untuk putusan tingkat Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pihaknya berharap kiranya Mahkamah Agung akan me-review dengan cermat argumen-argumen hukum yang diajukan kedua belah pihak," katanya, kepada Bisnis, kemarin.

Perseteruan antara kedua pihak berawal ketika Khisin yang mengklaim diri sebagai pemilik dan pemakai pertama merek Serba Cantik, menuding Prem telah beriktikad tidak baik dengan mendaftarkan merek yang sama atas namanya, pada 2005.

Akan tetapi, tergugat berdalih pendaftaran merek Serba Cantik merupakan upaya shadow protection, yakni untuk melindungi diri dari kemungkinan terkecohnya konsumen atas kemiripan merek Serba Antik miliknya dan Serba Cantik yang digunakan penggugat. (Oleh Elvani Harifaningsih, Bisnis Indonesia)

ON dan Samsung Damai

Bisnis Indonesia, 24 Februari 2009


DELAWARE: ON Semiconductor Corp, produsen cip komputer asal Amerika Serikat, diketahui mencapai kesepakatan damai dengan Samsung Electronics Co, terkait dengan perkara sengketa hak paten teknologi pembuatan cip komputer.
"Para pihak yang berperkara telah mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan perkara di antara mereka," tulis kuasa hukum ON Semiconductor, dalam surat yang dikirimkan ke pengadilan, pekan lalu.

Kendati demikian, juru bicara ON Semiconductor Anne Spitza menolak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai kesepakatan damai itu. Detail kesepakatan damai, kata Spitza, pada saat ini masih bersifat rahasia. (BLOOMBERG/ELH)

Senin, Februari 23, 2009

Itochu digugat terkait Flomox

Bisnis Indonesia, 23 Februari 2003

TOKYO: Shinogi & Co, produsen obat-obatan asal Jepang, diketahui menggugat Itochu Chemical Frontier Corp, terkait dengan dugaan pelanggaran hak paten antibiotik bernama Flomox.
Hal itu diumumkan Shinogi pada Bursa Saham Tokyo, kemarin. Dalam gugatannya, perusahaan yang berbasis di Osaka, Jepang, tersebut meminta majelis hakim untuk melarang Itochu mengimpor bahan baku untuk obat itu. (BLOOMBERG/ELH)

Paten teknologi medis tertinggi

Bisnis Indonesia, 23 Februari 2009

JAKARTA: Permohonan paten teknologi medis yang diajukan melalui biro internasional Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (World Intellectual Property Organization/WIPO) di Jenewa, Swiss, menempati posisi teratas sepanjang 2008.
Berdasarkan data yang dikutip dari situs resmi WIPO, kemarin, permohonan paten teknologi medis sepanjang tahun lalu tercatat sebanyak 19.661 permohonan. Jumlah ini mengalami peningkatan 4% dibandingkan dengan catatan pada 2007 yang hanya 18.909 permohonan.

Pada posisi kedua, jumlah permohonan paten melalui WIPO sepanjang 2008 tercatat dibukukan untuk bidang teknologi komputer, yakni sebanyak 13.965 permohonan atau meningkat 3,3% dibandingkan dengan pencapaian tahun sebelumnya yang hanya 13.519 permohonan.

Sementara itu, permohonan paten teknologi farmasi sebanyak 12.967 permohonan, teknologi telekomunikasi 12.492 permohonan, serta teknologi mesin, perlengkapan, dan energi listrik 11.257 permohonan, berturut-turut menempati posisi 2, 3, dan 4 paten WIPO.

Kendati menempati posisi ketiga terbanyak, permohonan paten teknologi farmasi sepanjang tahun lalu tidak mengalami pertumbuhan sama sekali. Pasalnya, permohonan paten teknologi farmasi pada 2008 sama persis dengan jumlah permohonan pada 2007.

Untuk permohonan paten teknologi telekomunikasi, pencapaian tahun lalu dinilai cukup baik, mengingat permohonan di bidang ini mengalami pertumbuhan 7,5%, yakni dari 11.620 pada 2007 menjadi 12.492 pada 2008.

Dari posisi lima besar, permohonan paten teknologi mesin, perlengkapan, dan energi listrik sepanjang tahun lalu tercatat mempunyai peningkatan yang signifikan dengan pertumbuhan 11,6%, yakni dari 10.088 pada 2007 menjadi 11.257 pada 2008.

Dari 35 bidang utama teknologi paten, menurut data WIPO, bidang yang mengalami pertumbuhan paling pesat adalah permohonan paten teknologi metode IT untuk pengelolaan, yakni tumbuh 22,7%.

Oleh Elvani Harifaningsih
Bisnis Indonesia

Kamis, Februari 19, 2009

Airtime agar ganti nama

Bisnis Indonesia

DURBAN: Airtime Airways, maskapai penerbangan baru yang berbasis di Durban, Afrika Selatan, diperintahkan untuk mengganti nama dan logonya, setelah adanya perkara merek dengan 1time Airlines.
Sebelumnya, 1time Holdings Ltd melayangkan gugatan terhadap Airtime melalui pengadilan, karena maskapai itu dituding melanggar merek dagang sehingga menimbulkan kesesatan bagi konsumen.

Logo Ifly Airtime milik Airtime, penggunaan warna merah, dan penggunaan kata 'time' dalam setiap produk dan pelayanan maskapai penerbangan itu, telah dilarang oleh pengadilan. (BLOOMBERG/ELH)

Rosetta sepakat damai

Bisnis Indonesia, 19 Februari 2009

COLORADO: Rosetta Stone Ltd, provider peranti lunak pelajaran bahasa, mencapai kesepakatan damai dengan Robert Greenwood dan Charles Rapp, terkait dengan perkara pelanggaran hak cipta dan merek dagang.
Hal itu diungkapkan dalam situs resmi perusahaan itu, pada pekan ini. Gugatan itu adalah terkait dengan tuduhan peng-copy-an, pembuatan kemasan ulang, dan penjualan produk palsu Rosetta Stone yang dipasarkan secara online. (BLOOMBERG/ELH)

AAA Shipping digugat

Bisnis Indonesia, 19 Februari, 2009

DELAWARE: Stena Rederi AB melayangkan gugatan terhadap salah satu perusahaan perkapalan, AAA Shipping, terkait dengan perkara dugaan pelanggaran hak paten.
Perusahaan yang berbasis di Gotenburg, Swedia, itu mendaftarkan gugatannya melalui Pengadilan Federal Wilmington, Delaware, tertanggal 10 Februari 2009. Stena Rederi mengklaim AAA Shipping melanggar paten miliknya yang terdaftar dengan NO.5.269.245.

Dalam gugatannya, Stena Rederi menuntut AAA Shipping untuk tidak menggunakan teknologi yang melanggar paten miliknya. (BLOOMBERG/ELH)

Dirut ICD tak terbukti langgar UU Paten

Bisnis Indonesia, 19 Februari 2009

JAKARTA: Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara membebaskan Dirut PT Indonesia Container Desiccants, Hartini Hullah, dari ancaman hukuman penjara karena tidak terbukit melanggar UU Paten.
Putusan bebas yang dibacakan majelis hakim pimpinan H. Taswir kemarin itu bertolak belakang dengan tuntutan jaksa Romi Rozali.

Jaksa secara tegas menyatakan Hartini Hullah terbukti bersalah melanggar Pasal 130 UU Paten dan harus dihukum 3 tahun penjara.

Pada sidang sebelumnya, Romi Rozali menyatakan Dirut PT Indonesian Container Desiccants (ICD) terbukti telah memproduksi, menggunakan, menyewa dan menjual alat pengering/ penyerap lembap merek Nordic yang memiliki kemiripan dan kegunaan dengan Super Dry buatan Super Dry Indonesia (SDI).

Super Dry, lanjutnya, sudah terdaftar hak patennya melalui No. ID 0019741 dengan klasifikasi paten CO8L 3/00, CO1F 1/00 di Direktorat Paten Departemen Hukum dan HAM, sedangkan Nordic belum memilik hak paten.

"Ternyata dua produk itu punya kemiripan, kegunaan hasil dan bahan baku yang sama. Apalagi Nordic sudah dipasarkan secara luas. Perbuatan itu melanggar UU Paten," ungkap Romi Rozali.

Berbeda dengan dalil hukum majelis hakim, dalam putusannya menyatakan Dirut PT ICD tidak terbukti melanggar UU Paten. Alat pengering/penyerap lembap merek Nordic yang dikatakan mirip Super Dry , ujarnya, tidak sengaja dibuat.

"Hartini Hullah tidak mengetahui alat merek Super Dry sudah dipatenkan. Apalagi jarak pendaftaran dan produk yang dibuat hanya selisih beberapa bulan saja,"katanya.

Artinya, kata majelis hakim, tindakan itu dilakukan adanya unsur ketidaksengajaan karena itu harus dibebaskan dari tuntutan hukum.

Ajukan kasasi

Tentang putusan itu, jaksa Romi Rozali menyatakan kasasi, karena tidak sependapat dengan dalil hukum majelis hakim terhadap perbuatan yang dilakukan Hartini Hullah.

Sementara itu, Iman Sjahputra, selaku kuasa hukum Hartini Hullah menjelaskan perbuatan tersebut merupakan pengembangan dari produk yang sudah ada.

"Suatu produk yang memiliki kemiripan fisik dan kesamaan bahan material pembuatannya belum tentu dapat dikatakan melanggar UU Paten,"katanya.

Dia menjelaskan bahwa kliennya mengembangkan produk yang sudah ada.

Iman Sjahputra mengakui produk kliennya memiliki kemiripan dengan Super Dry, tetapi bukan berarti hal itu melanggar UU Paten.

Nordic, katanya, adalah pengembangan dari Super Dry. "Ketika Nordic akan didaftarkan, terhambat oleh laporan pihak Super Dry,"katanya.

Saksi ahli dari Universitas Indonesia (UI) dan Direktorat Paten mengatakan di persidangan bahwa produk kliennya tidak melanggar hukum.

Karena tidak terbukti bersalah, lanjut dia, majelis hakim tidak berkenan menjatuhkan hukuman terhadap Hartini Hullah. Apalagi sejak UU Paten disahkan, belum ada yang dihukum karena melanggar paten.

Di bagian lain, pihak Super Dry merasa kecewa atas putusan majelis hakim tersebut yang dinilai berbeda dengan dalil hukum Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, di mana PT ICD dinyatakan telah melanggar hak eksklusif PT SDI selaku pemegang paten.

"Putusan itu menimbulkan ketidakpastian hukum, dan kami merasa adanya ketidakadilan dan ketiadaan perlindungan hukum atas invensi kami yang sudah memiliki hak paten," kata Ari Wahyuni selaku kuasa PT SDI kepada Bisnis.

Dia mendukung jaksa Romi Rozali menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan yang menimbulkan rasa keprihatinan tersebut.

Oleh S. Hadysusanto

Senin, Februari 16, 2009

Permohonan paten Korsel melalui WIPO naik 12%

Bisnis Indonesia, 16 Februari 2009

JAKARTA: Permohonan paten secara intnernasional menggunakakan sistem Patent Cooperation Treaty (PCT) ke biro internasional World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss asal Korea Selatan pada tahun 2008 meningkat 12% bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut data WIPO, permohonan paten internasional asal Korsel pada tahun 2008 diperkirakan mencapai sebanyak 7.908, sedangkan tahun 2007 hanya sebanyak 7.061.

Korsel menempati urutan ke empat dari 15 besar negera pemohon paten secara internasional. Peringkat atas ditempati oleh AS, disusul oleh Jepang, Jeman dan Korsel.

PCT merupakan satu sistem yang dirancng oleh WIPO untuk memudahkan negara anggota mendaftarkan paten di banyak negara. Dengan hanya satu permohonan yang ditujukan ke biro internasional di WIPO, maka pemohon bias mencari perlindugan paten di banyak negara. (Bisnis/su)

Permohonan paten internasional dari Korsel melalui WIPO
periode 2004-2008
2004 3.558
2005 4.688
2006 5.944
2007 7.061
2008 7.908
Sumber: WIPO
2008 perkiraan

Apple dituding langgar paten grafik digital

Bisnis Indonesia, 16 Februari 2009

DELAWARE: Apple Inc, produsen handset iPod Touch dan iPhone, diketahui tengah menghadapi gugatan hukum karena dituding melanggar paten pembuatan grafik digital yang terdaftar di Amerika Serikat atas nama salah satu perusahaan asal Skotlandia.
Dalam gugatan yang dilayangkan melalui Pengadilan Federal di Wilmington, Delaware, Picsel Technologies Ltd menuntut ganti rugi materiil dan immateriil, serta meminta majelis hakim untuk melarang Apple menjual produk-produk yang dituding melanggar hak paten perusahaan tersebut.

"Penggugat telah menginvestasikan jutaan dolar dalam mengembangkan paten yang terdaftar sejak 2006 itu," menurut Picsel, yang tertuang dalam materi gugatannya terhadap Apple.

Penggunaan paten yang terdaftar atas nama Picsel oleh Apple tanpa izin itu, tuding penggugat, dinilai sebagai tindakan disengaja, ceroboh, dan bertentangan dengan norma-norma kesusilaan.

Dalam gugatannya, Picsel mengklaim pihaknya sebagai pemimpin dalam riset dan desain dari teknologi pemrosesan data grafis dan pengubahan layar. Perusahaan yang berbasis di Glasgow ini juga mengklaim mempunyai beberapa kantor cabang a.l. di negara-negara Asia dan San Francisco, AS.

Produk-produk Apple yang dituding menggunakan teknologi yang melanggar paten milik Picsel adalah telepon seluler dan perangkat lainnya yang menyediakan layanan browsing Internet, seperti Apple iPhone dan Apple iPod Touch.

Perusahaan yang mempekerjakan sekitar 250 tenaga kerja di Skotlandia ini mengklaim Apple menggunakan fitur kunci yang memungkinkan para pengguna untuk memindai melalui semua jenis konten di layar, tanpa melalui siklus update layar yang memakan waktu lama.

Salah satu juru bicara Apple, Susan Lundgren, menyebutkan pihaknya tidak mau berkomentar atas gugatan dugaan pelanggaran paten yang dilayangkan oleh Picsel tersebut, karena proses pemeriksaan perkara belum dimulai di pengadilan.

Saat ini gugatan dugaan pelanggaran paten yang dilakukan oleh Apple terdaftar di Pengadilan Federal di Wilmington, Delaware. Gugatan itu diajukan oleh Picsel (Research) Ltd dan Picsel Technologies Ltd, melalui kuasanya dari firma hukum Nixon Peabody LLP. (ELH)

Bloomberg

Minggu, Februari 01, 2009

Menyoal Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi

Trust, 19-25 Januari 2009

Mahkamah Konstitusi menyidangkan uji materiil hak cipta atas Private Social Card (Priscard) yang dilayangkan seorang pengusaha. Tapi, MK beranggapan perkara ini bukan masalah kerugian konstitusional, melainkan kerugian materiil.
Bernard Samuel Sumarauw meradang. Pria yang berprofesi sebagai wiraswastawan ini menganggap Undang-undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU Jamsostek) melanggar hak cipta yang dia miliki. Untuk memperjuangkan haknya, baru-baru ini Bernard mengajukan Judicial Review UU Jamsostek ke Mahkamah Institusi (MK).
Alkisah, pada tanggal 2 Juli 1990, Bernard menemukan konsep jaminan sosial yang diikuti oleh perolehan hak cipta atas label Private Social Card (Priscard). Konsep tersebut rencananya difungsikan sebagai kartu santunan sosial. Masalahnya, belakangan, program Priscard ciptaannya dipakai pula oleh Jamsostek. Tak terima akan hal itu, ia lantas melangkah ke MK. Harapannya, MK sudi menyatakan UU Jamsostek sebagai landasan pemberlakuan Priscard itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Pasal-pasal yang diuji Bernard adalah Pasal 1 aya (1) dan (2), Pasal 3 ayat (2), pasal 4 ayat (1) dan (2), Pasal 17, Pasal 22 ayat (1a), serta PP No.36 Tahun 2006 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Menurutnya, konsep Jamsostek yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut telah menyontek karyanya yang telah didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Sebelum UU Jamsostek lahir, Bernard mengaku telah menyosialkan Priscard ke sejumlah instansi swasta di bidang perbankan dan instansi pemerintah. Namun, setelah UU Jamsostek disahkan, "Ternyata pasal-pasal dalam UU Jamsostek telah mengambil program Priscard ciptaan saya," sahutnya.
Beres? tunggu dulu. Agaknya Bernard harus bersabar. Menurut hakim MK Akil Muchtar, permohonan yang diajukan Bernard bukan masalah kerugian konstitusional, namun kerugian materiil. Sehingga, MK menyarankan pemohon sebaiknya menggugat pemerintah dan dewan perwakilan rakyat ke pengadilan negeri. "Kami tidak melihat kerugian konstitusional dalam permohonan tersebut," katanya.
Menurutnya, pemohon dalam melakukan uji materiil UU Jamsostek, salah tempat dalam mengajukan gugatan atas hak cipta atas Private Social Card (Priscard).
Majelis yang dipimpin hakim Muktie Fadjar memberikan dua pilihan untuk pemohon. Pertama, memperbaiki permohonan jika masih ingin melanjutkan pengujian UU Jamsostek ini. Kedua, mencabut permohonannya.
Ditemui usai persidangan, Bernard mengaku akan menerukan pengujian ini ke MK. Namun, ia akan mempertimbangkan saran hakim konstitusional untuk menggugat pemerintah dan DPR. "Tapi, uji materiil tetap akan diteruskan." pungkasnya.
Sementara itu hakim Muktie Fadjar menambahkan bahwa Jamsostek memang dikhususkan untuk tenaga kerja dengan tujuan agar tenaga kerja bisa dlindungi. Menurutnya, pengajuan pengujian UU Jamsostek sebaiknya diajukan oleh perusahaan yang terbebani oleh UU Jamsostek atau pekerja yang dirugikan. "Hak Cipta tidak ada hubungannya dengan UU Jamsostek," ujarnya.
Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum UI yang juga hakim konstitusi, maria Farida Indrati, menyatakan dalam penyusunan UU, DPR dan Pemerintah memang tak terlalu memperhatikan persoalan HKI. "Biasanya mereka hanya membandingkan dengan negara-negara lain." ujarnya.