Senin, Januari 26, 2009

Perancis Ajukan Perlindungan Sparkling Wine, Pendaftaran Indikasi Geografis Beri Nilai Tambah

Bisnis Indonesia, 6 Januari 2009

JAKARTA: Pemerintah untuk pertama kalinya menerima permohonan pendaftaran indikasi geografis dari luar negeri untuk produk anggur berbuih sparkling wine milik Prancis guna mendapatkan perlindungan hukum di Indonesia.

Menurut Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual, permohonan itu diajukan pada 11 Desember 2008. Dia menjelaskan bahwa pemohon adalah Commite Interprofessionnel du vin Champagne, suatu badan layanan masyarakat yang memiliki otoritas khusus yang diberikan oleh Pemerintah Prancis untuk mengelola dan melindungi kepentingan orang yang terlibat dalam produk anggur yang dijual dengan indikasi geografis.

Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM, katanya, kini memeriksa kelengkapan persyaratannya "Pemohon sudah mendaftarkan indikasi geografis untuk sparkling wine di beberapa negara di dunia,"katanya. Dengan adanya rekomendasi dan bukti pendaftaran di banyak negara, kata Saky, pemeriksaan lebih mudah "Kita memeriksa kelengkapan administrasi saja, tidak melakukan pemeriksaan on the spot," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Pemeriksaan indikasi geografis dari luar negeri, menurutnya, tidak sama dengan pemohon dari dalam negeri "Bila ada permohonan dari dalam negeri, maka tim pemeriksa melakukan pemeriksaan on the spot".

Indonesia, menurutnya, juga memiki industri anggur di Bali, yang prosesnya juga cukup unik karena berada di daerah tropis dan berpotensi untuk didaftarkan sebagai produk indikasi geografis.

Pemerintah mulai membuka pendaftaran produk indikasi geografis semenjak September tahun 2007 Namun, hingga kini baru satu pemohon yang sudah memperoleh sertifikat. Pemohon pertama produk indikasi geografis dari dalam negeri adalah kopi arabika Kintamani Bali Sertifikat indikasi geografis itu diterima oleh perwakilan kelompok Masyarakat Pelindung Indikasi Geografis Kintamani Bali. Kelompok masyarakat itulah yang berinisiatif sebagai pemohon untuk melindungi kopi arabika Kintamani Bali.

Sesuai dengan sertifikat itu, ruang lingkup indikasi geografis kopi arabika Kintamani Bali mencakup enam kecamatan yaitu Kecamatan Kintamani, Kecamatan Bangli, Kecamatan Petang, Kecamatan Sukesade, Kecamatan Sawan dan Kecamatan Ubutambahan. Produsen kopi di enam kecamatan itu kini memiliki hak eksklusif untuk mengedarkan atau memperdagangkan kopi dengan label kopi arabika Kintamani Bali.

Produsen kopi di luar enam kecamatan itu dilarang menggunakan embel-embel kopi arabika Kintamani Bali pada label produk kopi mereka.

Menurut Saky, pendaftaran produk indikasi geografis dari Prancis itu ke Indonesia sebagai langkah pemilik untuk memberikan perlindungan hukum terhadap produk itu di dalam negeri.

Pasar potensial

"Mungkin mereka melihat Indonesia merupakan pasar potensial untuk produk itu. Yang jelas makin banyak pendaftaran makin bagus karena akan memberikan nilai tambah bagi produk itu," katanya.

Menurut UndangUndang Merek UU No 15/2001, indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri khas dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

Indikasi geografis baru mendapat perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang besangkutan.

Perlindungan hukum terhadap produk indikasi geografis itu berlangsung selama ciriciri atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan itu masih ada.

Tidak ada komentar: