Jumat, Oktober 24, 2008

Pengadilan Kabulkan Gugatan Sucaco Dalam Kasus Merek Supreme

Bisnis Indonesia, Elvani Harifaningsih, 20 Oktober 2008

JAKARTA: Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan pembatalan merek dagang Supreme dan logonya yang dilayangkan PT Supreme Cable Manufacturing Corporation Tbk PT Sucaco Tbk terhadap salah seorang pengusaha lokal.

Dalam pertimbangan hukumnya, ketua majelis hakim Makmun Masduki menyatakan Sudono terbukti tidak beriktikad baik dengan menggunakan merek yang sama dengan milik PT Sucaco.

Kendati kedua merek memiliki logo yang berbeda, katanya, merek itu terbukti memiliki persamaan pada pokoknya, yakni dalam penggunaan kata Supreme dengan susunan huruf dan pengucapan yang sama. Seharusnya, kata majelis hakim, pada sidang pembacaan putusan 17 Oktober, tergugat menggunakan kata dan merek lain untuk produknya. Pasalnya, pendomplengan merek dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen, karena pembeli akan mengira produk tersebut merupakan produksi dari perusahaan yang sama.

Sebelumnya, PT Sucaco menuding pengusaha lokal Sudono Riady Ko telah beritikad tidak baik dan mendompleng keterkenalan merek Supreme, dengan mendaftarkan merek dagang tersebut untuk produk kabel produksinya.

Tidak puas

Kuasa hukum Sudono, Agil Azizi, menyatakan tidak puas dengan pertimbangan hukum yang disampaikan majelis hakim dalam putusannya. Dia menegaskan pihaknya akan mengajukan upaya hukum kasasi dalam waktu dekat "Putusan majelis hakim tidak fair," katanya, saat dihubungi Bisnis, kemarin.

Majelis hakim, ujarnya, hanya mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat, tanpa mempertimbangkan bukti yang diajukan pihaknya. Selain itu, lanjutnya, majelis hakim tidak mempertimbangkan sertifikat merek milik pihaknya yang telah terdaftar sejak 2002 dan justru mengabulkan gugatan pembatalan merek yang diajukan penggugat yang menurut tergugat baru mendaftarkan merek itu pada 27 Maret 2007.

PT Sucaco, katanya, memang telah mendaftarkan merek dagang miliknya pada 1971 Namun, pada saat Sudono mendaftarkan merek tersebut pada 2002, masa berlaku sertifikat merek PT Sucaco telah berakhir dan perusahaan itu tidak memperpanjang pendaftarannya.

Berdasarkan UU, sambungnya, merek yang sudah tidak diperpanjang dapat didaftarkan oleh pihak lain, sehingga, tambahnya, dalam hal ini justru seharusnya pihaknyalah yang mendapatkan perlindungan merek, bukannya PT Sucaco.

Salah satu kuasa hukum penggugat, Adidharma Wicaksono, menyebutkan pihaknya cukup puas dengan putusan tersebut karena dirinya menilai majelis hakim cukup jernih melihat duduk perkara yang sebenarnya. Adidharma mengakui bahwa perpanjangan merek milik pihaknya memang sempat tertunda beberapa tahun. Akan tetapi, jelasnya, keterlambatan pendaftaran itu bukan terjadi akibat keteledoran, melainkan karena adanya musibah banjir sehingga banyak dokumen milik perusahaan itu hilang. "Apalagi, produksi kabel milik klien kami tetap ada, tetap berproduksi, perusahaan ini tetap eksis," ujarnya, saat dihubungi Bisnis, kemarin.

Persengketaan antara kedua pihak berawal saat PT Sucaco menilai Sudono telah beriktikad tidak baik dengan membonceng keterkenalan nama perusahaan itu di Indonesia, dengan mendaftarkan merek dagang Supreme milik PT Sucaco yang terdaftar pada 1971. Pasalnya, menurut penggugat, ternyata diketahui dalam daftar umum merek telah terdaftar merek dan logo Supreme serta huruf Kanji untuk barang kelas 09 atas nama tergugat, No523662 pada 25 November 2002.

Padahal, klaim penggugat, pihaknya telah menggunakan dan mendaftarkan merek dan logo Supreme di Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Depkumham sejak 6 Desember 1971.

Tidak ada komentar: