Selasa, April 07, 2009

Mengintip Negara Tujuan Pendaftaran Merek

Bisnis Indonesia, 7 April 2009

China, selama 3 tahun berturut-tuut sejak 2005 hingga tahun lalu tercatat sebagai negara tujuan utama bagi pengusaha untuk mendaftarkan merek dagang berdasarkan sistem Madrid.
Tingginya angka permohonan merek dagang ke negara tersebut mengindikasikan banyak pengusaha yang akan melakukan penetrasi pasar di negara itu.

China dinilai oleh pemilik merek merupakan pasar potensial dan sangat berkembang, sehingga setiap merek produk yang akan masuk ke negara tersebut diusahakan untuk didaftarkan oleh pemiliknya.

Pendaftaran merek dagang bertujuan untuk melindungi kepentingan usaha pemilik merek dari upaya pembajakan oleh pihak lain.

Bila suatu merek dagang sudah terdaftar di negara tujuan berarti merek dagang sudah dilindungi oleh undang undang dan pemiliknya memiliki hak eksklusif untuk mengedarkan dan menggunakan merek itu.

Menurut data yang dirilis oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) belum lama ini, pada tahun lalu, organisasi hak kekayaan Intelektual dunia itu mencatat sebanyak 17.829 permohonan merek ditujukan ke China. Jumlah itu meningkat 6,9% bila dibandingkan dengan 2007 sebanyak 16.676. (lihat tabel)

20 Besar negara tujuan pendaftaran merek berdasarkan sistem Madrid (2004-2008)
Negara 2005 2006 2007 2008
China 13.575 15.801 16.676 17.825
Rusia 12.813 14.432 15.455 16.768
AS 11.863 13.994 14.618 15.715
Swiss 13.197 14.260 14.528 15.907
Jepang 10.104 11.844 12.296 12.748
Ukrania 8.271 9.057 9.751 10.635
Australia 7.989 9.115 9.848 10.529
Turki 8.602 8.958 9.377 9.844
Norwegia 8.443 9.102 9.348 9.787
Korsel 7.160 8.334 8.988 9.539
Singapura 6.127 6.717 7.005 7.607
Kroasia 6.716 6.970 7.059 7.482
Jerman 9.150 8.147 7.184 6.955
Belarus 5.401 5.818 6.140 6.724
Serbia 5.513 5.644 5.956 6.315
Inggris 8.288 7.482 6.502 6.204
Italia 8.817 7.374 6.618 6.171
Prancis 8.587 7.495 6.443 6.035
Spanyol 8.329 7.231 6.298 5.830
Benelux 7.922 6.800 5.979 5.463
Sumber: WIPO

Selain China, Rusia menempati urutan kedua tujuan pendaftaran merek dagang setelah itu diikuti oleh Amerika Serikat dan Masyarakat Eropa.

Dari kawasan Asia, hanya ada lima negara yang masuk dalam 40 besar negara tujuan pendaftaran merek dagang berdasarkan sistem Madrid. Kelima negara itu adalah China, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Vietnam.

Beberapa negara lain di Asia tidak tercatat sebagai negara tujuan pendaftaran merek menggunakan sistem Madrid di WIPO karena bisa saja negara yang bersangkutan belum meratifikasi Protokol Madrid.

Hingga kini baru ada 84 negara yang sudah meratifikasi konvensi internasional tersebut. Indonesia belum meratifikasi Protokol Madrid, sehingga pemohon merek dari dalam negeri tidak bisa menggunakan dan belum menjadi negara tujuan sistem itu.

WIPO mencatat jumlah permohonan merek dagang secara internasional berdasarkan sistem Madrid pada 2008 meningkat rata-rata 5,3% bila dibandingkan tahun sebelumnya.

Pada tahun lalu jumlah permohonan dari 84 negara anggota Protokol Madrid 42.075, sedangkan pada 2007 hanya 39.945.

Pemohon merek dari Jerman menempati urutan paling atas, diikuti Prancis, Amerika Serikat, sedangkan dari Asia yang masuk dalam 15 besar adalah Jepang dan China.

Perusahaan Jerman

Sejumlah perusahaan ternama dari Jerman seperti Lidl, Henkel, Boehringer Ingelheim BSH Bosch und Siemens, Deutsche Telekom, MIP Metro tercatat sebagai pemilik merek terbanyak yang mendaftarkan merek dagangnya melalui WIPO.

Henkel diketahui memiliki sebanyak 2.731 merak dagang terdaftar berdasarkan sistem Madrid, sehingga menempatkannya di posisi atas, dikuti oleh antara lain Janssen Pharmaceutica (Belgia), Novartis (Swiss), L'Oreal (Prancis), Nestle (Swiss), Unilever (Belanda), sedangkan perusahaan China Zheijiang Medicine Company tercatat masuk dalam 10 besar perusahaan yang memiliki merek terdaftar melalui WIPO.

Dirjen WIPO, Francis Gurry, mengatakan bahwa berlanjutnya pertumbuhan permohonan pendaftaran merek menggunakan sistem Madrid menunjukkan pentingnya peranan merek dagang dalam kegiatan bisnis.

"Merek dagang memainkan peranan kunci dalam menimbulkan kepercayaan kepada konsumen," kata Gurry dalam siaran persnya yang diterbitkan belum lama ini.

Merek dagang, menurut dia, merupakan faktor penting bagi kalangan pengusaha dalam menghadapi tantangan dalam kondisi ekonomi yang menurun saat ini.

Merek dagang, katanya, memungkinkan perusahaan membangun dan mempertahankan reputasinya di pasar dan memberikan nilai tambah dalam kegiatan komersial.

"Bahkan dalam kondisi ekonomi sulit seperti sekarang, perusahaan mengakui bahwa merek dagang adalah merupakan investasi yang bijak dalam membangun reputasi perusahaan."

Konsep dasar Protokol Madrid adalah satu aplikasi merek untuk mendapatkan perlindungan hukum di banyak negara anggota peserta Protokol Madrid.

Aplikasi cukup diajukan di kantor merek setempat atau langsung ditujukan ke WIPO, di Jenewa, kemudian pemohon menunjuk di negara mana saja merek tersebut ingin didaftarkan.

Dari segi biaya, sistem Madrid, jelas relatif lebih murah dan efisien karena para pemohon tidak harus ke masing-masing negara untuk mendaftarkan merek dagangnya.

Dengan sistem itu diyakini permohonan merek ke Indonesia juga meningkat, sedangkan dari Indonesia juga terbuka bagi pengusaha, terutama UKM yang memiliki brand cukup kuat untuk ke pasar global.

Indonesia hingga kini belum lagi meratifikasi konvensi tersebut, sehingga pemohon merek dagang dari dalam negeri belum bisa menggunakan sistem itu.

Jika ada pengusaha Indonesia yang ingin mendaftarkan merek dagang mereka ke luar negeri, maka prosesnya adalah dengan cara mendaftarkan langsung ke negara yang dituju.

Sedang dikaji

Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM Andy N Sommeng pernah mengatakan bahwa Indonesia kini mengkaji kemungkinan untuk masuk menjadi anggota Protokol Madrid.

Namun, rencana pemerintah itu mendapat tentangan dari kalangan konsultan hak atas kekayaan intelektual di dalam negeri dengan dalih Indonesia belum siap untuk meratifikasi konvensi itu.

Bila Indonesia masuk ke dalam Protokol Madrid, maka permohonan merek asing ke Indonesia dikhawatirkan tidak lagi melalui konsultan di dalam negeri karena pemohon dari luar negeri bisa mengajukan langsung melalui WIPO.

Kekhawatiran kalangan konsultan tersebut bisa dimaklumi, mengingat selama ini ada kewajiban bahwa setiap permohonan merek dari luar negeri harus dilakukan melalui konsultan di dalam negeri.

Rencana pemerintah bergabung ke dalam Protokol Madrid tampaknya hanya soal waktu saja, sebab, dalam draf revisi UU Merek (UU No. 15/2001) sudah dicantumkan soal pendaftaran merek secara internasional berdasarkan sistem Madrid. (suwantin.oemar@bisnis.co.id)

Tidak ada komentar: