Kamis, Maret 12, 2009

Penyidik software ilegal masih kurang

Bisnis Indonesia, 12 Maret 2009

Perlu koordinasi antar instansi penegak hukum

MEDAN: Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PP HaKI) mengakui saat ini masih kekurangan penyidik pengawai negeri sipil (PPNS) untuk menyelidiki pemakaian software ilegal di perusahaan nasional.

"Idealnya setiap Kanwil Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia [HAM] ada 10 PPNS. Saat ini PPNS yang ada baru 170 orang dan masih terkonsentrasi di Jakarta dan sejumlah kota besar lainn," ujar Andy N. Sommeng, Sekretaris Timnas PP HaKI, kepada wartawan di Medan.

Menurut dia, untuk menanggulangi maraknya pemakaian software ilegal di dalam negeri dibutuhkan koordinasi yang matang dan kuat di antara instansi penegak hukum.

Namun, katanya, di lingkungan Departemen Hukum dan HAM sendiri, PPNS yang bisa masuk menyelidiki penggunaan software ilegal masih terbatas jumlahnya.

Dengan demikian, tuturnya, pekerjaan untuk menanggulangi penggunaan software ilegal tidak dapat dikerjakan secara maksimal.

Karena itu, lanjut Andy, langkah yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan sosialisasi agar masyarakat dan perusahaan skala besar semakin menyadari bahwa menggunakan software ilegal adalah merugikan negara sendiri.

Dia mengatakan prioritas adalah perusahaan skala besar agar mereka menyadari bahwa membeli sofware asli adalah investasi yang sangat terjangkau.

Perusahaan, tuturnya, seharusnya menyadari bahwa industri software telah sangat banyak memberikan dukungan dalam proses bisnis dan meningkatkan efisiensi kerja, karena itu sudah saatnya industri nasional menggunakan software legal.

Pemakaian software legal, tambahnya pada Selasa, berarti melindungi perusahaan dari kemungkinan risiko hukum dan denda yang tinggi, serta rusaknya reputasi akibat tertangkap memakai software ilegal.

Timnas PP HaKI, kata Andy, yang juga Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen hukum dan HAM, berupaya keras mengedukasi ke perusahaan-perusahaan melalui company visit program.

Pada kesempatan yang sama, Perwakilan Business Sofware Aliance (BSA) Donny A. Sheyoputra mengakui pada 2007 Indonesia masih berada pada peringkat ke-12 di dunia dengan tingkat pembajakan software, yaitu 84%.

Untuk periode 2008, lanjutnya, kemungkinan peringkat Indonesia dalam hal pembajakan software bakal menurun karena International Data Corporation (IDC) mengusulkan Indonesia kembali sebagai negara yang patut masuk dalam kategori sangat diawasi dalam hal pembajakan software ilegal.

"Dengan tingkat pembajakan software mencapai 84%, angka ini setara dengan kerugian sebesar US$411 juta di sektor peranti lunak saja."

J. Nababan, Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Medan, mengakui penegakan hukum mengenai HaKI masih sangat lemah di Indonesia.

"Harus diakui penegakan hukum dibidang HaKI masih lemah, sehingga banyak pembuat software ilegal luput dari jangkauan aparat hukum," tuturnya. (master.sihotang@bisnis.co.id)

Tidak ada komentar: