Selasa, Maret 31, 2009

Huawei Tindak Pelanggar Hak Cipta

Bisnis Indonesia, 20 Maret 2009

JAKARTA: PT Huawei Tech Investment, pemegang hak cipta handset Huawei Esia di Indonesia, akan mengambil tindakan hukum terhadap pihakpihak yang melanggar hak cipta miliknya

"Kami tidak akan segan untuk menindaklanjuti dengan langkah hukum yang lebih tegas sama halnya seperti upaya pidana yang telah dilakukan sebelumnya," ujar Ignatius Supriady, kuasa hukum Huawei, kemarin

Pernyataan Ignatius itu dilontarkan terkait dengan munculnya praktik unlocking yang dilakukan pihak lain terhadap handset Huawei yang sejatinya khusus diciptakan agar hanya dapat digunakan untuk layanan jasa telekomunikasi Esia bundling

Dia menyebutkan sebetulnya beberapa waktu lalu pihaknya telah mengambil tindakan hukum tegas terhadap pihak lain yang melakukan praktik unlocking terhadap handset Huawei Esia

Dari tindakan hukum tersebut, katanya, pengadilan telah menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan terhadap pihak ketiga yang mengunlock handset yang hak ciptanya dimiliki oleh perusahaan tersebut

Hukuman itu, menurutnya, dirasa cukup setimpal bagi pihak yang telah melanggar hak cipta milik Huawei

Akan tetapi, sambungnya, yang paling penting bagi pihaknya adalah bahwa putusan itu telah menunjukkan bahwa perbuatan unlocking merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum

Pasalnya, katanya, perbuatan tersebut melanggar hak cipta dan jelasjelas menimbulkan kerugian yang relatif sangat besar bagi pihaknya, baik kerugian secara materiel maupun immateriel

Kerugian itu, tuturnya, memang belum dapat disampaikan secara pasti jumlahnya Akan tetapi, sambungnya, nilai terbesarnya adalah buruknya persepsi risiko berinvestasi dan kepastian hukum pemasaran produk pada umumnya dan industri telekomunikasi Indonesia pada khususnya

Jika pelanggaran hak cipta seperti yang terjadi pada kasus unlocking ini terusmenerus terjadi di Indonesia, menurutnya, maka ini dinilai akan memengaruhi iklim usaha dan investasi, serta merugikan pelaku usaha pada umumnya

Selain itu, sambungnya, sebagai produsen yang bertanggung jawab perusahaan itu juga memiliki hak dan kewajiban untuk melindungi hak cipta atas produkproduk yang diciptakan oleh pihaknya

Lebih lanjut, dia menyebutkan pihaknya juga telah memberikan peringatan melalui media massa agar pihak lain tidak melakukan praktik unlocking terhadap produk perusahaan tersebut, setelah adanya perkara pidana beberapa waktu lalu

Setelah peringatan tersebut, klaimnya, ada kecenderungan penurunan praktik unlocking terhadap produk Huawei

Kamis, Maret 12, 2009

Menunggu babak akhir kasus Serba Cantik

Bisnis Indonesia, 12 Maret 2009

Perseteruan antara dua pengusaha interior asal India, Khisin L. Nandwani dan Prem L. Bharwani, dalam memperebutkan merek Serba Cantik sepertinya masih akan berlangsung lama. Pasalnya, keduanya saling mengklaim diri sebagai pihak yang paling berhak atas merek tersebut.

Sejak tahun lalu, keduanya mulai berseteru di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Khisin mengklaim diri sebagai pemilik dan pemakai pertama merek Serba Cantik untuk toko yang menjual karpet, gorden, dan pakaian jadi, menggugat Prem.

Dalam gugatannya, Khisin menuding Prem telah beriktikad tidak baik dalam mendaftarkan merek yang sama, yaitu Serba Cantik, di Direktorat Merek Departemen hukum dan HAM.

Pada pengadilan tingkat pertama, kemenangan ada di tangan Khisin. Majelis hakim yang dipimpin Lexsy Mamonto mengamini gugatannya.Majelis hakim juga menolak dalil Prem yang menyatakan bahwa penggunaan merek Serba Cantik adalah dalam upaya shadow protection atas merek Serba Antik miliknya.Pada pengadilan tingkat pertama, Prem mendalilkan merek Serba Cantik didaftarkan sebagai upaya shadow protection, yakni melindungi diri dari kemungkinan terkecohnya konsumen.

Sekadar informasi, Prem juga mempunyai toko interior yang menjual barang-barang seperti gorden, karpet, dan wallpaper, di kawasan yang sama dengan Khisin. Selama ini, Prem lebih identik dengan nama toko Serba Antik.Dalam putusan itu, majelis hakim menyebutkan UU No.15/2001 tentang Merek, tidak mengenal istilah shadow protection.Istilah ini dikembangkan dalam praktik untuk melindungi merek terkenal agar terlindungi dari penggunaan/pendaftaran oleh orang lain atas merek yang mirip atau hampir sama dengan merek terkenal itu.

Bukan merek terkenal

Akan tetapi, menurut majelis hakim, merek Serba Cantik dianggap bukanlah sebagai merek terkenal karena tidak memenuhi persyaratan sebagai merek terkenal yang a.l. harus terdaftar di beberapa negara.Nah, putusan itu ternyata tidak membuat Prem patah arang untuk memperjuangkan merek Serba Cantik miliknya yang terdaftar pada kelas 24 dan 35. Prem langsung mengajukan kasasi atas putusan tersebut.

Kuasa hukum Prem, Uus Mulyaharja, mengaku telah mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan tersebut.Pasalnya, dia melihat ada kekeliruan majelis hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara merek Serba Cantik itu."Putusan itu keliru karena berdasarkan Pasal 68 UU Merek gugatan pembatalan harus diajukan oleh pihak yang memiliki pendaftaran merek yang sama terlebih dahulu [first to file] untuk perlindungan/kelas barang yang sejenis. Kecuali merek itu merupakan merek terkenal, maka dapat menjangkau kelas/jenis barang yang tidak sejenis," katanya, kepada Bisnis.

Dalam hal ini, menurutnya, merek Serba Cantik atas nama Prem adalah untuk kelas 24 yang melindungi jenis barang garmen, tekstil, dsb, serta untuk kelas 35 yang melindungi nama jasa/toko.Di lain pihak, salah satu kuasa hukum Khisin, Benhard P. Sibarani, tidak berkomentar banyak atas upaya hukum yang diajukan pihak lawan yang berkeberatan dengan putusan pengadilan tingkat pertama.

"Engga apa-apa. Itu hak bagi masing-masing pihak yang merasa keberatan dengan putusan pengadilan," kata Benhard, saat dimintai komentarnya terkait dengan upaya hukum kasasi pihak lawan, kepada Bisnis, akhir pekan lalu.Dia menyebutkan pertimbangan hukum majelis hakim di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah tepat adanya. Pertimbangan yang tepat itu, katanya, a.l. mengenai shadow protection atas merek Serba Antik. (elvani@bisnis.co.id)

Penyidik software ilegal masih kurang

Bisnis Indonesia, 12 Maret 2009

Perlu koordinasi antar instansi penegak hukum

MEDAN: Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PP HaKI) mengakui saat ini masih kekurangan penyidik pengawai negeri sipil (PPNS) untuk menyelidiki pemakaian software ilegal di perusahaan nasional.

"Idealnya setiap Kanwil Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia [HAM] ada 10 PPNS. Saat ini PPNS yang ada baru 170 orang dan masih terkonsentrasi di Jakarta dan sejumlah kota besar lainn," ujar Andy N. Sommeng, Sekretaris Timnas PP HaKI, kepada wartawan di Medan.

Menurut dia, untuk menanggulangi maraknya pemakaian software ilegal di dalam negeri dibutuhkan koordinasi yang matang dan kuat di antara instansi penegak hukum.

Namun, katanya, di lingkungan Departemen Hukum dan HAM sendiri, PPNS yang bisa masuk menyelidiki penggunaan software ilegal masih terbatas jumlahnya.

Dengan demikian, tuturnya, pekerjaan untuk menanggulangi penggunaan software ilegal tidak dapat dikerjakan secara maksimal.

Karena itu, lanjut Andy, langkah yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan sosialisasi agar masyarakat dan perusahaan skala besar semakin menyadari bahwa menggunakan software ilegal adalah merugikan negara sendiri.

Dia mengatakan prioritas adalah perusahaan skala besar agar mereka menyadari bahwa membeli sofware asli adalah investasi yang sangat terjangkau.

Perusahaan, tuturnya, seharusnya menyadari bahwa industri software telah sangat banyak memberikan dukungan dalam proses bisnis dan meningkatkan efisiensi kerja, karena itu sudah saatnya industri nasional menggunakan software legal.

Pemakaian software legal, tambahnya pada Selasa, berarti melindungi perusahaan dari kemungkinan risiko hukum dan denda yang tinggi, serta rusaknya reputasi akibat tertangkap memakai software ilegal.

Timnas PP HaKI, kata Andy, yang juga Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen hukum dan HAM, berupaya keras mengedukasi ke perusahaan-perusahaan melalui company visit program.

Pada kesempatan yang sama, Perwakilan Business Sofware Aliance (BSA) Donny A. Sheyoputra mengakui pada 2007 Indonesia masih berada pada peringkat ke-12 di dunia dengan tingkat pembajakan software, yaitu 84%.

Untuk periode 2008, lanjutnya, kemungkinan peringkat Indonesia dalam hal pembajakan software bakal menurun karena International Data Corporation (IDC) mengusulkan Indonesia kembali sebagai negara yang patut masuk dalam kategori sangat diawasi dalam hal pembajakan software ilegal.

"Dengan tingkat pembajakan software mencapai 84%, angka ini setara dengan kerugian sebesar US$411 juta di sektor peranti lunak saja."

J. Nababan, Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Medan, mengakui penegakan hukum mengenai HaKI masih sangat lemah di Indonesia.

"Harus diakui penegakan hukum dibidang HaKI masih lemah, sehingga banyak pembuat software ilegal luput dari jangkauan aparat hukum," tuturnya. (master.sihotang@bisnis.co.id)

Kamis, Maret 05, 2009

Atas Saran Quraish Shihab, Hanifida Dipatenkan

DetikNews, 26 Februari 2009 (oleh Elvan Dany Sutrisno)

Jakarta Agar tidak dibajak, metode hafal cepat Hanifida berikut bukubukunya telah dipatenkan Usulan itu diberikan oleh Quraish Shihab Metode menghafal cepat ini akan go public pada April 2009

"Sesuai dengan saran Pak Quraish Shihab maka metode Hanifida lengkap dengan bukubukunya sudah dipatenkan Kalau membeli hanya kepada kami supaya tidak dipalsu," kata Hanif, pencetus metode Hanifida, kepada detikcom di Klub Guru Jabodetabek, Jalan Jatipadang Nomor 23, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat 20/2/2009

"Kalau ingin mempelajari metode ini, buku ini wajib karena tanpa buku ini latihan tidak dapat diaplikasikan," lanjut dia

Hanif mengaku sudah keliling Indonesia menyosialisasikan metode ini Sejumlah tokoh pun mendukung sosialisasi metode ini mulai dari Gus Mus yang memberikan nama Hanifida, Salahuddin Wahid alias Gus Solah dan Ustad Yusuf Mansyur

"Pada bulan April akan go public Di Jakarta, kami sedang memulai tahap awal Di mulai dari mengunjungi beberapa pondok pesantren dan responsnya sangat baik," ujarnya

Rencananya, lanjut dia, metode Hanifida juga disosialisasikan di pertemuan Taman Pendidikan Quran seJabodetabek pada akhir Februari 2009

Elvan Dany Sutrisno detikNews