Jumat, Juli 25, 2008

Kesamaan produk belum tentu langgar paten

Oleh S. Hadysusanto (Bisnis Indonesia, 23 Juli 2008)

JAKARTA: Produk yang memiliki kemiripan fisik dan kesamaan bahan material pembuatannya belum tentu dapat dikatakan melanggar UU Paten, sebab bisa saja hal itu terjadi dari suatu pengembangan yang sudah ada.

Demikian dikatakan Heri Harjandono dari Law Firm Iman Sjahputra & Partners ketika dimintai komentarnya tentnag kasus pidana pelanggaran paten yang dilakukan kliennya, Direktur Utama PT Indonesian Container Desiccants (ICD) Hartini Hullah.

Dia memberi contoh produk komputer dan barang elektronik. Secara fisik, baik model maupun tampilannya, satu sama lain mempunyai kemiripan. Begitu juga dengan bahan baku pembuatannya, mulai dari plastik, alumunium hingga logam. "Bukan berarti kesamaan itu dianggap melanggar paten."

Dirut PT ICD, Hartini Hullah, didakwa melanggar pasal 130 UU No. 14/2001 tentang Paten. Terdakwa dituduh dengan sengaja dan tanpa hak membuat, menggunakan serta menjual produk alat pengering/penyerap lembab yang sudah terdaftar di Direktorat Paten Departemen Hukum dan HAM.

Persidangan kasus tersebut digelar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pimpinan H. Taswir Selasa pekan lalu. Kemudian dilanjutkan dengan agenda mendengarkan eksepsi terdakwa Hartini Hullah pada Senin lalu.
Menurut dia, pelanggaran paten seperti yang didakwakan jaksa kepada kliennya sulit dibuktikan.
Alat pengering/penyerap lembap produksi klien kami merupakan pengembangan dari produk yang sudah ada, tapi bukan berarti melanggar hukum," katanya kepada Bisnis seusai sidang.
Dia menjelaskan sejak UU Paten diundangkan pada 2001 belum pernah ada kasus pelanggaran pidana menyangkut produk yang memiliki kemiripan dan kegunaan yang sama. Sebab untuk membuktikan kesalahan tersebut tidaklah mudah.

Astellas gugat Impax soal Paten

TOKYO: Astellas Pharma Inc dan Boehringer Ingelheim GmbH menggugat Impax Laboratories Inc, terkait dengan pelanggaran paten Flomax, perawatan untuk gangguan sistem urin.
"Astellas telah melayangkan gugatan di Pengadilan Distrik Northern California, Amerika Serikat, pada 18 Juli," tulis perusahaan itu dalam pernyataan resmi yang dirilis, 22 Juli 2008.
Flomax diproduksi oleh Astellas yang merupakan produsen obat-obatan terbesar kedua Jepang. Obat itu dijual di 91 negara di dunia. Pada tahun fiskal yang berakhir 31 Maret lalu, perusahaan itu mendapatkanroyalti sebesar 46,7 miliar yen (USD438 juta) dari obat tersebut.
Boehringer adalah perusahaan yang menjual obat tersebut. Perlindungan hak paten Flomax akan berakhir pada Oktober tahun depan. (Bisnis Indonesia, 23 Juli 2008)